Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transisi Energi di Tengah Pemotongan Anggaran, Kerjasama Swasta Perlu

Kompas.com - 15/02/2025, 12:02 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Essential Services Reform (IESR) meminta kepada pemerintah agar pemotongan anggaran tidak menghambat upaya transisi energi Indonesia. 

Dalam kondisi fiskal yang terbatas, pemerintah harus menjajaki kerjasama dengan sektor swasta untuk memastikan target energi terbarukan tetap tercapai.

Pada tahun 2024, investasi di sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) hanya mencapai 1,8 miliar dolar AS, jauh di bawah target 2,6 miliar dolar AS. 

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengungkapkan bahwa pencapaian yang rendah ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti struktur industri kelistrikan yang tidak kondusif, kebijakan dan regulasi yang kurang mendukung, risiko investasi yang tinggi, serta preferensi terhadap batubara melalui kebijakan domestic market obligation (DMO).

Menurut Fabby, salah satu langkah strategis di tengah pemotongan anggaran adalah membuka peluang bagi sektor swasta untuk berinvestasi dalam proyek-proyek energi terbarukan.

"Di tengah pemotongan anggaran tahun ini, pemerintah harus mengoptimalkan investasi swasta dan publik untuk energi terbarukan," kata Fabby dalam keterangan tertulis, Jumat (14/2/2025).

"Investasi swasta untuk pembangkit energi dapat dilakukan melalui PLN dengan proyek PLTS skala utilitas, dan investasi PLTS atap oleh konsumen industri, bisnis dan rumah tangga," jelas Fabby.

Baca juga: Disrupsi Energi dan Inovasi Teknologi

Agar swasta tertarik, IESR merekomendasikan agar pemerintah segera memperbaiki iklim investasi dengan reformasi kebijakan, termasuk mengkaji ulang kebijakan DMO batubara, subsidi energi, serta proses pengadaan pembangkit listrik oleh PLN. 

Selain itu, IESR menilai bahwa pemerintah perlu menyederhanakan perizinan dan memberikan kemudahan akses bagi konsumen untuk mendapatkan energi terbarukan. Langkah ini penting untuk menarik minat swasta dan mempercepat adopsi energi bersih.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa bauran energi terbarukan pada 2024 hanya meningkat 1 persen, dari 13,9 persen di 2023 menjadi 14,1 persen. Angka ini masih jauh dari target 19,5 persen yang harus dicapai tahun ini.

Langkah lain untuk mengatasi hambatan pendanaan, kata Fabby, adalah lebih aktif memanfaatkan Just Energy Transition Partnership (JETP) yang menyediakan pendanaan bagi negara berkembang untuk transisi energi untuk menarik investasi lebih besar. 

"Pencairan pendanaan JETP masih terkesan lambat karena pemerintah kurang cepat menyiapkan usulan proyek yang bankable, mereformasi kebijakan-kebijakan kunci yang menghambat pengembangan energi terbarukan selama ini," tutur dia.

Sebagai langkah konkret dalam transisi energi, IESR juga merekomendasikan agar pemerintah segera membatasi produksi batubara yang telah mencapai 836 juta ton pada tahun ini. 

Lonjakan produksi batubara ini justru menjadi sinyal melemahnya komitmen Indonesia dalam beralih ke energi bersih.

"Pemerintah perlu menghitung manfaat dan biaya untuk pengakhiran operasi PLTU secara bertahap hingga 2050, terutama dampaknya terhadap biaya produksi listrik dan subsidi listrik dalam jangka panjang," ungkap Fabby.

Kajian IESR menunjukkan bahwa biaya produksi listrik berpotensi lebih murah jika pembangkit energi terbarukan menyumbang lebih dari 30 persen dalam sistem kelistrikan pada 2030. 

Dengan pemotongan anggaran yang terjadi, kolaborasi antara pemerintah dan swasta menjadi kunci untuk memastikan bahwa semangat transisi energi tetap terjaga dan target yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Baca juga: Ekosistem Energi Hidrogen Indonesia Tertinggal, Belum Punya Standar

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau