KOMPAS.com - Perubahan iklim yang disebabkan manusia ternyata dapat memengaruhi dan bahkan mengubah siklus nutrisi penting di lautan secara drastis.
Peneliti dari University of California, di Irvine dalam pemodelan komputernya menemukan bukti bahwa siklus nutrisi laut yang penting untuk mempertahankan ekosistem laut berubah dengan cara yang tak terduga seiring dengan terus menghangatnya planet ini.
"Studi model menunjukkan ketika lautan menghangat, itu akan semakin terstratifikasi atau berlapis, yang dapat menguras nutrisi dari bagian-bagian tertentu di permukaan laut," kata Adam Martiny, profesor ilmu sistem Bumi dan ekologi & biologi evolusi serta salah satu penulis utama studi ini.
Siklus nutrisi laut sendiri merupakan proses pergerakan dan transformasi berbagai unsur kimia, seperti nitrogen, fosfor, dan karbon, melalui ekosistem laut.
Baca juga: Survei Sebut Literasi Anak Muda tentang Laut Kurang
Siklus ini sangat penting untuk keberlangsungan kehidupan laut dan keseimbangan ekosistem global.
Dikutip dari Phys, Selasa (18/2/2025) dalam studi ini, tim peneliti menganalisis data nutrisi selama 50 tahun dari lautan yang dikumpulkan sebagai bagian dari Program Investigasi Hidrografi Berbasis Kapal Laut Global (GO-SHIP).
Peneliti kemudian menemukan bahwa selama setengah abad terakhir, terjadi penurunan besar dalam fosfor di lautan belahan bumi selatan.
Fosfor merupakan nutrisi yang memainkan peran penting dalam kesehatan jaring makanan laut.
Berkurangnya fosfor tersebut menurut Skylar Gerace, ketua studi ini, bisa menyebabkan efek berjenjang pada jaring makanan.
Ia menjelaskan bagaimana plankton yang merupakan mikroorganisme yang membentuk banyak jaring makanan laut, bergantung pada fosfor sebagai sumber makanan.
"Ketika fitoplankton memiliki lebih sedikit fosfor, mereka menjadi kurang bergizi, yang dapat mengganggu laju pertumbuhan zooplankton dan ikan," terang Gerace.
Namun, konsentrasi nitrat yang sebelumnya diperkirakan menurun justru tampaknya tetap stabil.
Nitrat sangat penting untuk fungsi ekosistem sehingga jika jumlahnya stabil itu merupakan pertanda baik.
Kendati demikian, konsentrasi nitrat kemungkinan bakal menurun di masa mendatang ketika iklim terus berubah.
Baca juga: 350 Ribu Ton Sampah Plastik Masuk ke Laut Indonesia pada 2024
Lebih lanjut, peneliti menekankan pentingnya program seperti GO-SHIP.
Tanpa misi untuk mengumpulkan data empiris tentang ekosistem laut, tidak akan ada cara untuk memastikan apakah yang diramalkan oleh model iklim benar-benar terjadi.
Misalnya, model telah meramalkan bahwa saat ini akan ada penurunan kadar nitrat di air laut, tetapi pengamatan langsung mengungkapkan bahwa hal ini tidak terjadi.
"Secara umum sangat sulit untuk menunjukkan dampak iklim jangka panjang pada lautan, karena ada begitu banyak variabilitas, dan penelitian kami sekarang menjadi bagian dari kumpulan kecil penelitian yang menunjukkan dampak jangka panjang ini," kata Martiny.
Selanjutnya, tim ingin mengukur bagaimana perubahan siklus nutrisi memengaruhi ekosistem laut di kedua belahan bumi saat perubahan iklim terus berlangsung.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya