Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumsi Negara Kaya Hancurkan Biodiversitas Negara Berkembang

Kompas.com, 18 Februari 2025, 16:13 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Negara-negara kaya termasuk Amerika Serikat dan Inggris bertanggung jawab atas 13 persen hilangnya hutan global.

Penelitian yang dipublikasikan Nature pada 12 Februari 2025 menunjukkan, permintaan para negara kaya pada daging sapi, minyak kelapa sawit, kayu, dan kedelai menghancurkan 15 kali lebih besar biodiversitas yang menjadi rumah satwa liar di negara dengan hutan tropis.

AS sendiri disebut oleh Alex Wiebe, peneliti utama studi tersebut sekaligis dan mahasiswa doktoral ekologi dan biologi evolusi di Universitas Princeton di AS, bertanggung jawab atas 3 persen dari kerusakan habitat hutan di luar wilayahnya.

Secara global, hilangnya habitat merupakan ancaman terbesar bagi sebagian besar spesies dan sekitar 90 persen disebabkan oleh konversi habitat liar menjadi lahan pertanian.

"Dengan mengimpor makanan dan kayu, negara-negara maju ini pada dasarnya mengekspor kepunahan,'" ungkap Prof. David Wilcove, salah satu penulis studi dari Universitas Princeton seperti dikutip The Guardian, Jumat (14/2/2025).

Misalnya saja, permintaan memicu banyak penggundulan hutan di tempat-tempat dengan tingkat keanekaragaman hayati tinggi seperti Indonesia, Brasil atau Madagaskar, sehingga banyak satwa terancam punah.

Studi yang diterbitkan di Nature ini dilakukan dengan mengamati dampak permintaan 24 negara berpendapatan tinggi pada lebih dari 7.500 spesies burung, mamalia, dan reptil yang bergantung pada hutan.

Baca juga: Indonesia Jangan Muram, Kejar Ketertinggalan lewat Riset Biodiversitas

Peneliti mengamati data dari tahun 2001 hingga 2015, mencari tahu di mana hutan yang telah hancur dan spesies apa yang tinggal di sana.

Penelitian menunjukkan, negara maju paling memberikan dampak pada negara berkembang yang secara geografis berdekatan.

AS menyebabkan kerusakan terbesar di luar perbatasannya, paling signifikan di Amerika Tengah.

Sementara China dan Jepang membawa dampak yang lebih besar pada hutan hujan Asia Tenggara.

Dalam studi berbeda yang dipublikasikan di Science pada 13 Februari 2025, tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Universitas Cambridge di Inggris menemukan bahwa reklamasi lahan pertanian Inggris lima kali lebih merusak keanekaragaman hayati global.

Menurut riset itu, bisa dikatakan bahwa membangun cagar alam baru pun bisa mengakibatkan penurunan yang lebih tajam pada spesies di planet ini.

"Wilayah yang jauh lebih penting bagi alam kemungkinan akan membayar harga untuk upaya konservasi di negara-negara kaya kecuali kita berupaya memperbaiki kebocoran ini," kata penulis utama Prof Andrew Balmford dari Universitas Cambridge.

Peneliti mengatakan, kerusakan biodiversitas yang berujung pada kepunahan itu dapat dikurangi jika ada lebih sedikit permintaan untuk komoditas dengan jejak karbon tinggi seperti daging sapi.

Upaya konservasi juga harus menargetkan wilayah dengan keanekaragaman hayati tertinggi, serta wilayah dengan potensi produksi pangan atau kayu terbatas.

Ada pula potensi bagi para pegiat konservasi untuk bekerja sama dengan para petani, seperti menciptakan cokelat yang ramah hutan atau praktik penggembalaan yang juga melindungi macan tutul salju.

Baca juga: Bagaimana Keanekaragaman Hayati Pengaruhi Kehidupan Manusia?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Pemerintah
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Pemerintah
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
LSM/Figur
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Pemerintah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
LSM/Figur
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Pemerintah
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Pemerintah
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
LSM/Figur
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Pemerintah
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Swasta
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Swasta
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau