JAKARTA, KOMPAS.com - PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) mendukung pemerintah dalam pengelolaan sampah berbasis lingkungan sebagai bagian dari inisiatif keberlanjutan.
Senior Manager of Corporate Sustainability PT Kalbe Farma Tbk, Arief Purwanto Nugroho, menjelaskan bahwa perusahaan telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi produksi sampah.
"Contohnya, beberapa produk Kalbe sudah 100 persen tidak menggunakan virgin paper untuk kemasannya. Kalbe Nutritionals 100 persen sudah menggunakan kertas daur ulang untuk outer box-nya," ungkap Arief dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/2/2025).
Baca juga:
Arief menambahkan bahwa Kalbe juga mengolah sampah organik menggunakan maggot dari jenis lalat black soldier fly (BSF).
Ia menjelaskan bahwa BSF tidak memiliki antena untuk menyengat, berbeda dengan lalat biasa yang dapat menjadi pembawa penyakit. "BSF justru memiliki set antibiotik alami sehingga tidak menjadi pembawa penyakit bagi manusia," jelasnya.
Menurut Arief, pengelolaan sampah dari limbah produk yang dilakukan Kalbe Nutritionals melalui budidaya maggot mencapai sekitar 20-26 persen dari total sampah yang ada. "Target ini akan terus ditingkatkan, karena kami ingin mencapai di tahun berikutnya di angka 40 persen," sebutnya.
Saat ini, sebanyak 27 cabang Kalbe Nutritionals telah menerapkan metode pengelolaan menggunakan maggot BSF, yang dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 90 ton.
Tim Kalbe Nutritionals juga menggerakkan komunitas untuk mengumpulkan sampah rumah tangga yang kemudian ditukar dengan produk susu anak.
Sampah organik tersebut digunakan sebagai pakan maggot.
“Lalat BSF memiliki siklus hidup sekitar 40-45 hari, dan selama fase maggot, mereka berfungsi sebagai decomposer atau pengurai limbah organik," kata Senior Dept Head of QS Supply Chain Kalbe Nutritionals, Yohanes Wisnu Susalit.
Ia menambahkan, limbah sampah organik atau produk Kalbe yang tidak dapat dipasarkan diberikan kepada para pembudidaya maggot untuk dijadikan pakan. "Sehingga maggotnya bisa tumbuh, kembang, dan nantinya bisa dijadikan sebagai pakan ternak,” ujarnya.
Wisnu menjelaskan bahwa setelah diberikan pakan dari sampah organik yang bernutrisi tinggi, panen maggot dapat dilakukan dalam waktu 10 hari, lebih cepat dibandingkan waktu sebelumnya yang mencapai 14 hari.
"Maggot memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan bernilai ekonomi untuk komunitas maupun peternak. Pemanfaatan maggot membantu mengurai limbah sampah hingga 80 persen," tambahnya.
Namun, Wisnu juga mencatat tantangan dalam pemanfaatan maggot. Perusahaan masih kesulitan menemukan mitra yang beroperasi secara nasional, sehingga pengembangan program ini tidak dapat dilakukan dengan cepat.
Baca juga:
Kalbe pun mengintegrasikan kegiatan ini sebagai program untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). "Kalbe Nutritionals hadir untuk membantu kesulitan mereka, dengan produk yang tidak bisa dijual, dijadikan sebagai tambahan campuran limbah sayuran dan buah," paparnya.
Setelah proses pengelolaan sampah selesai, residu limbah organik dapat digunakan sebagai kompos, sementara sampah anorganik dari kemasan produk berupa plastik atau kertas akan ditangani melalui pilot project dengan salah satu binaan budidaya maggot di Jawa Timur.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya