KOMPAS.com - Tanaman pangan penting dunia bisa terancam punah akibat meningkatnya suhu dunia. Setengah produksi pangan global pun akan terpengaruh.
Hal itu terungkap dalam sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti di Aalto University di Finlandia dan dipublikasikan di Nature Food.
Peneliti dalam studinya mempelajari bagaimana perubahan suhu, curah hujan, dan kekeringan di masa mendatang akan memengaruhi kondisi pertumbuhan 30 spesies tanaman pangan utama di seluruh dunia.
Dikutip dari Phys, Rabu (5/3/2025) peneliti menemukan wilayah lintang rendah menghadapi konsekuensi yang jauh lebih buruk daripada wilayah lintang tengah atau tinggi.
Akibatnya, setengah dari produksi tanaman di wilayah lintang rendah akan terancam karena kondisi iklim menjadi tidak sesuai untuk produksi.
Baca juga: Green Property Jadi Solusi Atasi Perubahan Iklim di Perkotaan
Pada saat yang sama, wilayah tersebut juga mengalami penurunan besar alam keanekaragaman tanaman.
"Hilangnya keanekaragaman berarti bahwa jenis tanaman pangan yang tersedia untuk dibudidayakan dapat berkurang secara signifikan di beberapa wilayah. Hal itu akan mengurangi ketahanan pangan dan mempersulit untuk mendapatkan kalori dan protein yang cukup," kata Sara Heikonen, peneliti doktoral yang memimpin penelitian tersebut.
Lebih lanjut, pemanasan akan mengurangi jumlah lahan pertanian global yang tersedia untuk tanaman pokok seperti beras, jagung, gandum, kentang, dan kedelai, yang mencakup lebih dari dua pertiga asupan energi pangan dunia.
Sementara tanaman umbi-umbian dan kacang-kacangan juga rentan terdampak perubahan iklim. Padahal tanaman tersebut merupakan kunci ketahanan pangan di wilayah berpendapatan rendah.
"Di Afrika sub-Sahara yang merupakan wilayah paling terdampak, hampir tiga perempat dari produksi tanaman pangan saat ini berisiko jika pemanasan global melebihi 3 derajat C," kata Heikonen.
Sebaliknya, wilayah lintang menengah dan tinggi mampu mempertahankan lahan produktif mereka dan bahkan cenderung mengalami peningkatan dalam keanekaragaman tanaman.
"Misalnya, budidaya buah-buahan beriklim sedang, seperti pir, bisa menjadi lebih umum di wilayah yang lebih utara," kata Heikonen.
Baca juga: Perubahan Iklim Picu Kematian Pohon di Perkotaan, Kita Terancam Makin Kegerahan
Namun, meskipun kondisi iklim mendukung, faktor-faktor lain dapat menghambat pertanian di wilayah ini misalnya hama baru yang muncul karena pemanasan global.
Profesor Matti Kummu, penulis senior studi menambahkan masih ada cara-cara yang bisa dilakukan untuk menghadapi tantangan iklim itu.
"Petani bisa mendapatkan hasil panen yang lebih banyak melalui akses ke pupuk, irigasi serta mengurangi food loss melalui rantai produksi dan penyimpanan," katanya.
Namun, pemanasan global yang sedang berlangsung akan menambah banyak ketidakpastian. Lebih banyak tindakan yang diperlukan seperti pemilihan tanaman dan penyediaan bibit baru.
"Jika kita ingin mengamankan sistem pangan kita di masa depan, kita perlu mengurangi perubahan iklim dan beradaptasi dengan dampaknya," kata Heikonen.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya