Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta Jadi Pionir Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon

Kompas.com - 13/03/2025, 15:18 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta menjadi pionir penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan pihaknya telah menyusun peta jalan penyelenggaraan NEK yang mencakup pemetaan potensi sektor dan sub sektor prioritas.

“NEK bukan hanya soal penghitungan ekonomi dari karbon, tetapi juga menjadi pendorong langsung bagi pengurangan GRK dengan memanfaatkan insentif dan disinsentif ekonomi," ungkap Asep dalam keterangan tertulis, Rabu (12/3/2025).

Baca juga: Target Emisi Karbon RI Mundur 5 Tahun Demi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Kata Asep, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta juga sudah melakukan analisis kelayakan implementasi, setra strategi penguatan kebijakan dan tata kelola NEK di Jakarta.

Dengan begitu, pemerintah dapat mencapai Nationally Determined Contributions (NDC) guna menurunkan 30 persen emisi gas rumah kaca pada 2030.

"Kita perlu berkolaborasi mendukung peralihan menuju ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan, sehingga bisa mewujudkan kota Jakarta yang lebih hijau dan berketahanan iklim,” jelas dia.

Pemprov DKI pun membentuk tim kinerja penyelenggara NEK yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Nomor 28 Tahun 2025.

Sementara itu, Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup, Ary Sudijanto, pemerintah terus mendorong optimalisasi perdagangan karbon.

Tujuannya, sebagai mitigasi, adaptasi perubahan iklim, serta menghasilkan nilai ekonomi yang berkelanjutan.

"Emisi karbon yang selama ini menjadi beban lingkungan, harus dapat dihargai secara ekonomi dan diubah menjadi peluang untuk menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan inovasi teknologi, dan mendukung pertumbuhan ekonomi,” papar Ary.

Menurut dia, penyelenggaraan NEK dapat dilakukan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat, melalui empat mekanisme.

Baca juga: Energi Terbarukan Diklaim Lebih Menguntungkan Dari Teknologi Penangkapan Karbon

Mekanisme itu antara lain perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Pada tanggal 20 Januari 2025, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan perdagangan karbon luar negeri yang saat ini sudah bisa dilaksanakan di dalam bursa," ucap Ary.

"Sebuah milestone perdagangan karbon yang luar biasa, mengingat potensi di Indonesia sangat besar sejak pertama diluncurkan di bursa sejak 27 September 2023,” imbuh dia.

100 Persen Bus Listik

Di sisi lain, PT TransJakarta berjanji mengimplementasikan NEK dengan menargetkan penggunaan 100 persen bus listrik pada 2030.

“Hingga tahun 2025, lebih dari 300 bus listrik TransJakarta telah beroperasi, menunjukkan progres signifikan dalam transisi menuju armada yang lebih ramah lingkungan,” terang Direktur Operasional dan Keselamatan PT TransJakarta, Daud Yoseph.

Ia berpandangan, perubahan menuju transportasi rendah emisi berdampak pada efisiensi operasional.

Baca juga: Pemerintah Bakal Beri Insentif Industri Rendah Karbon Lewat RUU EBET

“TransJakarta sedang mengusulkan Sertifikasi Penurunan Emisi Indonesia (SPE-GRK) melalui upaya pengurangan emisi dalam operasionalnya, semoga bisa secepatnya terbit,” ujar Daud.

Upaya ini, menurut Daud, mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang turut berkontribusi dalam menciptakan sistem transportasi yang lebih bersih dan berkelanjutan bagi Jakarta.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bagaimana Agar Pabrik Tahu Tak Pakai Plastik untuk Bahan Bakar?
Bagaimana Agar Pabrik Tahu Tak Pakai Plastik untuk Bahan Bakar?
LSM/Figur
300 GW Energi Bersih Didapat jika Ubah Lahan Tambang Jadi PLTS, 59 GW dari Indonesia
300 GW Energi Bersih Didapat jika Ubah Lahan Tambang Jadi PLTS, 59 GW dari Indonesia
LSM/Figur
Ancaman Baru Krisis Iklim, Tingkatkan Gangguan Pernapasan Kala Tidur
Ancaman Baru Krisis Iklim, Tingkatkan Gangguan Pernapasan Kala Tidur
LSM/Figur
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Pemerintah
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
LSM/Figur
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Pemerintah
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Pemerintah
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
LSM/Figur
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Pemerintah
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Pemerintah
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Pemerintah
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
LSM/Figur
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pemerintah
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Swasta
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau