KOMPAS.com - Kerugian iklim akibat penangkapan ikan dengan menggunakan jaring yang ditarik sepanjang dasar laut, seperti pukat, hingga saat ini masih belum diketahui.
Padahal menurut penelitian yang dipimpin oleh University of Exeter di Inggris, penangkapan ikan menggunakan pukat ini sebenarnya merusak sedimen laut yang merupakan reservoir karbon organik terbesar di dunia.
Sayangnya, jumlah karbon yang dilepaskan karena aktivitas penangkapan ikan tersebut tidak pasti. Itulah yang kemudian mendorong para peneliti kemudian berinisiatif untuk mempelajarinya.
"Untuk mengetahui berapa banyak karbon yang dilepaskan oleh metode penangkapan ikan ini, kita perlu mengetahui berapa banyak dasar laut yang sebenarnya terganggu," kata Mollie Rickwood, dari Center for Ecology and Conservation di Exeter's Penryn Campus di Cornwall.
Baca juga: Kementerian ESDM Sebut Penurunan Emisi Karbon 2024 Lampaui Target
Dan, seperti dikutip dari Phys, Rabu (26/3/2025) data terbaik yang tersedia untuk membantu studi ini berasal dari kapal penangkap ikan Eropa.
Penelitian sebelumnya telah menggunakan metrik peralatan penangkap ikan Eropa untuk memperkirakan luas dasar laut yang terganggu secara global
Namun peneliti kemudian menemukan bahwa ukuran kapal dan peralatan penangkapan ikan sangat bervariasi dari satu negara dengan negara lain.
Sehingga menggunakan data Eropa untuk membuat perkiraan global kemungkinan akan menyebabkan ketidakakuratan jumlah dasar laut yang terganggu dan berapa banyak karbon yang terlepas di atmosfer.
Studi ini menunjukkan perlunya data regional yang baik mengenai ukuran kapal dan peralatan penangkap ikan sehingga memungkinkan perkiraan akurat gangguan dasar laut.
Baca juga: 30 Perusahaan Luncurkan Inisiatif untuk Tingkatkan Pasar Karbon
"Makalah kami adalah seruan untuk bertindak untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan ini dan mendorong kolaborasi global antara sains dan industri untuk menyediakan data ini." ungkap Rickwood.
Penyimpanan karbon di lautan sendiri lebih aman daripada di daratan, di mana hutan, rawa, dan tundra makin terdampak oleh berbagai hal mulai dari kebakaran, banjir dan kekeringan.
"Jadi sangat penting bagi kita untuk memahami seberapa aman karbon setelah tersimpan di dasar laut," kata Profesor Callum Roberts dari Exeter University.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya