MENURUT data statistik, penyusutan luas lahan sawah di Indonesia kurang lebih setara dengan 165-220 hektare per hari. Tentu hal ini perlu perhatian mendalam, di tengah upaya pemerintah mencapai swasembada pangan.
Swasembada pangan merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendorong kemandirian bangsa sesuai dengan Asta Cita ke-2.
Upaya swasembada pangan dapat berhasil salah satunya dengan mempertahankan dan atau meningkatkan luas lahan pertanian dan sawah.
Untuk menuju swasembada pangan, ditargetkan sampai 2029 Indonesia harus mampu menambah produksi setara 20 juta ton padi atau setara 10 juta ton beras.
Mencapai target tersebut diperkirakan membutuhkan tambahan luas panen 4 juta hektare setara sawah, selain perlu meningkatkan program intensifikasi pertanian yang dibarengi pengendalian alih fungsi lahan sawah.
Baca juga: 87 Persen dari Total Sawah RI Akan Dilindungi agar Tak Jadi Pemukiman-Industri
Untuk itu, pengendalian alih fungsi lahan sawah menjadi lahan terbangun dan fungsi lain perlu dilakukan dengan ketat dan menyeluruh di semua provinsi di Indonesia.
Semua provinsi mempunyai lahan baku sawah dengan luasan bervariasi, di mana 5 lahan baku sawah terluas berada di Jawa Timur seluas 1,2 juta hektare, Jawa Tengah 987.000 hektare, Jawa Barat 916.000 hektare, Sulawesi Selatan 660.000 hektare dan Sumatera Selatan 519.000 hektare.
Untuk menanggulangi penyusutan lahan sawah, mulai 2021 pemerintah telah mentapkan lahan sawah dilindungi (LSD), yaitu lahan baku sawah yang telah diverifikasi dan dievaluasi untuk ditetapkan sebagai sawah dilindungi, yaitu sawah yang perlu dipertahankan keberadaannya tetap sebagai sawah untuk mendukung produktivitas pertanian dan pangan.
Sebelum ditetapkannya LSD, penyusutan luas lahan sawah sulit dikontrol. Dalam kurun waktu tahun 2019-2021 terdapat penyusutan lebih dari 49.000 hektare di Jawa Barat, 331.000 hektare di Jawa Tengah, 20.000 hektare di Jawa Timur dan 18.000 di Banten, serta beberapa provinsi lainnya yang luas penyusutannya lebih kecil.
Total penyusutan lahan sawah dalam kurun waktu tersebut lebih dari 136.000 hektare. Tentu hal ini sangat memprihatikan.
Peran informasi geospasial dalam antisipasi alih fungsi lahan sawah di Indonesia sangat penting dan strategis.
Informasi geospasial merupakan informasi berbasis lokasi yang dapat digunakan untuk membantu analisis suatu wilayah, baik terkait identifikasi tutupan lahan, luasan, produktivitas lahan dan informasi lainnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Bikin Pergub Baru, Larang Alih Fungsi Hutan, Sawah, hingga Sungai
Saat ini, Badan Informasi Geospasial (BIG) sedang menyelesaikan data geospasial dasar, berupa peta dasar skala besar 1:5000 di seluruh Indonesia.
Data ini akan mendukung pemetaan lahan sawah secara akurat dan sistematis, termasuk luas, lokasi, dan status pemanfaatannya.
Data ini juga dapat digunakan untuk menyusun peta lahan sawah dilindungi sebagai dasar pengendalian alih fungsi serta memantau perubahan lahan dari waktu ke waktu melalui integrasi dengan citra satelit dan penginderaan jauh.
Dengan teknologi geospasial, seperti penginderaan jauh, citra satelit resolusi tinggi, dan sistem informasi geografis (SIG), perubahan penggunaan lahan dapat dideteksi secara berkala.
Hal ini memungkinkan deteksi dini terhadap praktik alih fungsi ilegal dan membantu penyusunan laporan rutin untuk pengambil kebijakan.
Selain itu, informasi geospasial juga menjadi dasar dalam perencanaan tata ruang, di mana termasuk didalamnya untuk mendukung pemetaan zona perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) dan penyesuaian rencana pembangunan agar tidak mengganggu keberadaan sawah produktif.
LP2B adalah lahan sawah yang tidak dapat dikonversi kedalam bentuk penggunaan lahan apapun lainnya dan dalam waktu selamanya.
Dengan demikian, informasi geospasial dapat digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan berbasis data, terutama untuk menentukan prioritas wilayah yang rawan alih fungsi dan merumuskan kebijakan insentif atau disinsentif terhadap alih fungsi lahan.
Informasi geospasial juga dapat diwujudkan dalam bentuk informasi partisipatif dan interaktif kepada masyarakat melalui geoportal, sehingga publik dapat mengakses informasi status lahan sawah di wilayahnya serta turut serta mengawasi potensi alih fungsi yang tidak sesuai ketentuan.
Peta interaktif yang bisa diakses masyarakat dapat diintegrasikan dalam kebijakan satu peta (one map policy), sebagai bagian penting dan komitmen pemerintah dalam keterbukaan akses publik.
Kedepan one map policy perlu terus didorong lebih baik dan lebih detail, termasuk di antaranya menambahkan informasi peta lahan sawah dilindungi dan peta pertanian dan pangan berkelanjutan dalam geoportal kebijakan satu peta.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya