KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengemukakan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana perlu direvisi.
Hal itu disampaikan Fikri dalam kunjungan kerjanya ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa waktu lalu.
Dia menilai, ada banyak aspek dalam UU tentang Penanggulangan Bencana yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Baca juga: Perempuan Berperan Penting saat Bencana, Butuh Kebijakan Berperspektif Gender
Fikri menuturkan, bencana tidak hanya disebabkan faktor alam, seperti gempa atau erupsi gunung.
"Salah satu penyebabnya adalah ketidakpatuhan terhadap kajian lingkungan hidup strategis yang disusun pemerintah. Banyak pembangunan yang seharusnya tidak dilakukan di kawasan rawan bencana justru terus berjalan," kata Fikri sebagaimana dilansir Antara, Rabu (26/3/2025).
Dia menyoroti Provinsi DIY yang sering disebut sebagai "supermarket bencana" menghadapi beragam ancaman bencana alam, mulai dari gempa bumi hingga erupsi Gunung Merapi yang masih berlangsung.
"Gempa bumi yang melanda Yogyakarta pada tahun 2006 menjadi pengingat bahwa daerah ini sangat rentan terhadap bencana. Selain itu, erupsi Gunung Merapi juga tetap menjadi ancaman nyata. Perubahan iklim yang mempengaruhi intensitas hujan pun berpotensi meningkatkan risiko banjir," ujar Fikri.
Baca juga: Cegah Bencana, Pendekatan Ekologis Perlu Jadi Landasan Pembangunan Daerah
Di sisi lain, Fikri menyoroti ketidakjelasan standar penanggulangan bencana yang berbeda-beda antardaerah.
Misalnya, standar bangunan hotel yang seharusnya tahan gempa, namun di lapangan banyak yang tidak diuji kelayakannya.
"Kami perlu segera menetapkan standar yang jelas dan konsisten di seluruh daerah, termasuk Yogyakarta agar infrastruktur lebih tahan terhadap bencana," ucap Fikri.
Mengenai mitigasi, dia menekankan pentingnya survei mendalam terkait kebutuhan sistem peringatan dini atau early warning system.
Baca juga: Penyegelan 9 Kawasan Properti dan Wisata di Bogor Jadi Langkah Awal Cegah Bencana
Saat ini, BPBD DIY hanya memiliki 11 alat peringatan dini yang dinilai belum cukup untuk mencakup seluruh wilayah.
"Sebelum menentukan jumlah ideal alat peringatan dini, survei yang komprehensif harus dilakukan terlebih dahulu. Setiap kabupaten atau kota di DIY membutuhkan alat yang sesuai dengan karakteristik bencananya masing-masing," tuturnya.
Fikri juga mengingatkan bahwa masyarakat harus dilatih sejak dini agar siap menghadapi bencana.
"Selain mitigasi, adaptasi juga penting. Masyarakat harus diajarkan cara menghadapi bencana sejak dini, termasuk melalui kurikulum pendidikan. Dengan begitu, mereka tidak panik saat bencana terjadi, tetapi dapat merespons dengan lebih terorganisasi," katanya.
Untuk itu, dia berharap revisi UU Penanggulangan Bencana dapat segera dibahas agar lebih sesuai dengan tantangan dan dinamika bencana yang terus berkembang.
Baca juga: Indonesia Rawan Bencana, Ikatan Ahli Dorong Pemerintah Bentuk UU Geologi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya