Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR RI Sebut UU Penanggulangan Bencana Perlu Direvisi, Ini Alasannya

Kompas.com, 27 Maret 2025, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengemukakan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana perlu direvisi.

Hal itu disampaikan Fikri dalam kunjungan kerjanya ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa waktu lalu.

Dia menilai, ada banyak aspek dalam UU tentang Penanggulangan Bencana yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

Baca juga: Perempuan Berperan Penting saat Bencana, Butuh Kebijakan Berperspektif Gender

Fikri menuturkan, bencana tidak hanya disebabkan faktor alam, seperti gempa atau erupsi gunung. 

"Salah satu penyebabnya adalah ketidakpatuhan terhadap kajian lingkungan hidup strategis yang disusun pemerintah. Banyak pembangunan yang seharusnya tidak dilakukan di kawasan rawan bencana justru terus berjalan," kata Fikri sebagaimana dilansir Antara, Rabu (26/3/2025).

Dia menyoroti Provinsi DIY yang sering disebut sebagai "supermarket bencana" menghadapi beragam ancaman bencana alam, mulai dari gempa bumi hingga erupsi Gunung Merapi yang masih berlangsung.

"Gempa bumi yang melanda Yogyakarta pada tahun 2006 menjadi pengingat bahwa daerah ini sangat rentan terhadap bencana. Selain itu, erupsi Gunung Merapi juga tetap menjadi ancaman nyata. Perubahan iklim yang mempengaruhi intensitas hujan pun berpotensi meningkatkan risiko banjir," ujar Fikri.

Baca juga: Cegah Bencana, Pendekatan Ekologis Perlu Jadi Landasan Pembangunan Daerah

Di sisi lain, Fikri menyoroti ketidakjelasan standar penanggulangan bencana yang berbeda-beda antardaerah. 

Misalnya, standar bangunan hotel yang seharusnya tahan gempa, namun di lapangan banyak yang tidak diuji kelayakannya.

"Kami perlu segera menetapkan standar yang jelas dan konsisten di seluruh daerah, termasuk Yogyakarta agar infrastruktur lebih tahan terhadap bencana," ucap Fikri.

Mengenai mitigasi, dia menekankan pentingnya survei mendalam terkait kebutuhan sistem peringatan dini atau early warning system.

Baca juga: Penyegelan 9 Kawasan Properti dan Wisata di Bogor Jadi Langkah Awal Cegah Bencana

Saat ini, BPBD DIY hanya memiliki 11 alat peringatan dini yang dinilai belum cukup untuk mencakup seluruh wilayah.

"Sebelum menentukan jumlah ideal alat peringatan dini, survei yang komprehensif harus dilakukan terlebih dahulu. Setiap kabupaten atau kota di DIY membutuhkan alat yang sesuai dengan karakteristik bencananya masing-masing," tuturnya.

Fikri juga mengingatkan bahwa masyarakat harus dilatih sejak dini agar siap menghadapi bencana.

"Selain mitigasi, adaptasi juga penting. Masyarakat harus diajarkan cara menghadapi bencana sejak dini, termasuk melalui kurikulum pendidikan. Dengan begitu, mereka tidak panik saat bencana terjadi, tetapi dapat merespons dengan lebih terorganisasi," katanya.

Untuk itu, dia berharap revisi UU Penanggulangan Bencana dapat segera dibahas agar lebih sesuai dengan tantangan dan dinamika bencana yang terus berkembang.

Baca juga: Indonesia Rawan Bencana, Ikatan Ahli Dorong Pemerintah Bentuk UU Geologi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BPBD Gelar Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir di Jabodetabek
BPBD Gelar Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir di Jabodetabek
Pemerintah
Hari Pahlawan dan Pejuang Lingkungan Kita
Hari Pahlawan dan Pejuang Lingkungan Kita
LSM/Figur
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
BrandzView
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Pemerintah
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
LSM/Figur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
LSM/Figur
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau