Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/03/2025, 18:04 WIB
Hotria Mariana,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KLATEN, KOMPAS.com – Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) menjadi salah satu pendekatan dalam upaya menjaga keseimbangan ekosistem. Skema ini memberikan insentif kepada masyarakat yang berperan dalam konservasi sumber daya alam, termasuk air tanah.

Dengan adanya kompensasi bagi komunitas di daerah hulu, PJL diharapkan dapat mendorong praktik keberlanjutan yang mendukung ketahanan air dan ekosistem.

Di Indonesia, konsep PJL telah diterapkan di beberapa wilayah, termasuk di kawasan Sub DAS Pusur, Klaten, Jawa Tengah. AQUA Klaten menjadi salah satu pihak yang mengadopsi skema ini sebagai bagian dari komitmennya dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air.

Program tersebut memberikan insentif kepada masyarakat hulu yang berperan dalam menjaga ekosistem daerah tangkapan air.

Baca juga: Menjaga Kemurnian Sumber Air Jadi Investasi untuk Masa Depan

Stakeholder Relation Manager AQUA Klaten Rama Zakaria menjelaskan, PJL menjadi salah satu bentuk kolaborasi antara sektor industri dan masyarakat dalam memastikan ketersediaan air tetap terjaga.

Skema itu melibatkan provider (masyarakat hulu), user (industri dan pengguna air), serta intermediary (lembaga seperti Pusur Institute) yang mengelola jalannya program.

"Masyarakat di hulu memiliki peran penting dalam konservasi. Dengan adanya insentif ini, mereka memiliki dorongan lebih untuk menjaga daerah tangkapan air melalui berbagai cara lewat metode pertanian yang lebih berkelanjutan," jelas Rama.

Mekanisme PJL AQUA Klaten

PJL AQUA Klaten diterapkan melalui sistem berbasis skor. Petani yang menerapkan teknik konservasi seperti pembuatan sumur resapan, rorak, penggunaan pupuk organik, serta agroforestri mendapatkan insentif lebih tinggi daripada mereka yang masih menggunakan sistem pertanian konvensional.

Baca juga: Lebih dari Ruang Terbuka Hijau, Taman Kehati AQUA Klaten Jadi Living Library dan Wujud Upaya Konservasi

Insentif yang diberikan dalam program bersifat nonmoneter dan moneter, mulai dari pelatihan pertanian regeneratif, bibit tanaman konservasi, hingga dukungan finansial.

Salah satu contoh implementasi PJL AQUA Klaten adalah di Dukuh Gumuk, Boyolali. Desa kecil di lereng Merapi ini merupakan kawasan hulu Sub DAS Pusur sekaligus daerah resapan air.

Di Dukuh Gumuk, para petani menjalankan praktik agroforestri, yakni menanam beberapa jenis tanaman dalam satu lahan. Sistem ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga mampu melindungi tanah dari erosi dan membantu menjaga keseimbangan air tanah.

Tanaman yang dibudidayakan sebagai bagian dari praktik tersebut meliputi kopi, mawar, dan anggrek. Kopi ditanam berdampingan dengan mawar dan anggrek yang berperan sebagai tanaman peneduh dan mendukung daya serap tanah.

"Program ini tidak hanya tentang memberikan insentif, tetapi juga memastikan bahwa praktik pertanian yang dilakukan di daerah hulu tetap mendukung kelestarian air tanah dan mencegah erosi," tambah Rama.

Baca juga: Menyelisik Upaya AQUA Menjaga Keberlanjutan Air Tanah

Tantangan dalam implementasi

Meski PJL membawa manfaat bagi ekosistem, ada sejumlah tantangan dalam implementasinya. Salah satunya adalah kesadaran masyarakat hilir yang masih rendah terhadap pentingnya kompensasi bagi daerah hulu.

Beberapa pihak mempertanyakan mengapa perlu ada skema pembayaran tambahan untuk konservasi air, padahal mereka sudah membayar pajak air.

Selain itu, belum adanya regulasi resmi yang mengatur PJL secara nasional membuat program ini masih berbasis kesepakatan sukarela antara industri dan komunitas setempat.

Hingga saat ini, Pusur Institute berperan sebagai perantara untuk menjembatani kepentingan petani hulu dan sektor industri.

Baca juga: Cerita Sukses Desa Mundu Klaten yang Berhasil Ubah Limbah Jadi Berkah

Rama menjelaskan, Pusur Institute berperan mengharmonisasikan berbagai kepentingan, termasuk dari sektor industri, masyarakat, pemerintah desa, akademisi, dan non-governmental organization (NGO).

Lembaga tersebut bertanggung jawab dalam menentukan nilai insentif yang diberikan kepada petani atau masyarakat hulu, dengan mempertimbangkan beberapa variabel, seperti kepemilikan lahan, pola tanam, dan upaya konservasi yang dilakukan.

Selain itu, lanjut Rama, Pusur Institute juga berperan dalam mendukung  lapang pertanian dan berbagai inisiatif konservasi air di Sub DAS Pusur. Keberadaannya memungkinkan penerapan PJL berjalan lebih transparan dan obyektif lantaran melibatkan berbagai pihak dalam perhitungan valuasi insentif bagi masyarakat hulu

Dampak PJL terhadap konservasi air

Sejak PJL diterapkan, kawasan Sub DAS Pusur mengalami peningkatan daya serap air. Berdasarkan data pemantauan yang dilakukan oleh AQUA Klaten, debit mata air di sekitar kawasan konservasi menunjukkan tren yang lebih stabil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga: Ubah Sampah Jadi Berkah, Kisah Bank Sampah Semutharjo Selamatkan Sungai Pusur

Sebagai bentuk komitmennya, AQUA Klaten juga mengembalikan 10 persen dari total air yang diambil ke lingkungan, baik dalam bentuk aliran alami maupun program konservasi yang mendukung ekosistem daerah resapan.

"Ini adalah bagian dari tanggung jawab kami untuk memastikan bahwa sumber daya air tetap berkelanjutan, tidak hanya untuk industri, tetapi juga untuk masyarakat sekitar," ujar Rama.

Dengan adanya PJL, diharapkan semakin banyak pihak yang terlibat dalam konservasi sumber air, sehingga keberlanjutan lingkungan dan ketersediaan air bersih dapat terus terjaga untuk generasi mendatang.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang


Terkini Lainnya

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau