JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 4.000 masyarakat adat di Pulau Enggano, Bengkulu, terancam terisolasi lantaran tidak adanya kapal laut selama dua pekan terakhir.
Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Enggano, Mulyadi Kauno, menyebutkan kondisi tersebut menyebabkan bahan pokok, pasokan bahan bakar minyak, hingga pengiriman hasil panen pertanian tersendat.
“Kondisinya sudah mengkhawatirkan, pemerintah harus cepat mengantisipasi permasalahan transportasi di pulau Enggano ini,” ujar Mulyadi dalam keterangannya, Jumat (11/4/2025).
Baca juga: Pengesahan RUU Masyarakat Adat Jaga Kelestarian Lingkungan
Sementara itu, Perempuan Adat Enggano, Windi Aprilia, mengaku harga bahan pokok melambung tinggi karena absennya transportasi ke wilayahnya. Menurut dia, para ibu rumah tangga pun merasa gelisah dengan kondisi ini.
"Bagaimana tidak gelisah, bawang sudah naik Rp 70.000 sekilo, minyak goreng sudah sampai Rp 26.000. Kalau telur sudah tidak ada lagi yang jual di warung," tutur Windi.
Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Bengkulu, Fahmi Arisandi, mendesak pemerintah daerah bertindak cepat mengatasi permasalahan transportasi di Enggano.
Pasalnya, sudah hampir 10 tahun masyarakat adat di pulau Enggano terdampak permasalahan ketersediaan kapal angkut. Pesawat yang minim pun dinilai belum memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.
Baca juga: Mandek 15 Tahun, Bahas Segera RUU Kehutanan demi Hak Masyarakat Adat
“Permasalahan ini sudah terjadi sejak 10 tahun terakhir ini. Bagi Masyarakat Adat di pulau Enggano, ini permasalahan serius. Pemerintah harus bertindak cepat mengatasi masalah transportasi ini,” ungkap Fahmi.
Adapun saat ini pemerintah tengah melakukan pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai, yang mengakibatkan terhentinya transportasi laut. Hal ini, kata Fahmi, seharusnya didukung dengan upaya mitigasi bagi kelangsungan hidup masyarakat Pulau Enggano.
"Ada ribuan orang di pulau Enggano saat ini prihatin hidupnya. Masyarakat Adat di pulau itu terancam terisolir karena tidak bisa kemana-mana akibat tidak ada layanan transportasi," jelas Fahmi.
Baca juga: Ekspansi Sawit: Ancaman Petani Swadaya, Masyarakat Adat, dan Lingkungan
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya