KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memastikan tidak akan mengesampingkan isu polutan berbahaya seperti dioksin dan furan dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Dioksin dan furan sendiri adalah senyawa bersifat karsinogenik yang dapat memicu kanker dan berbahaya bagi kesehatan manusia.
Senyawa itu dapat dihasilkan dari pembakaran sampah dan limbah padat yang menggunakan insinerator.
Baca juga: Pemerintah Akan Evaluasi PLTSa, dari 12 Kota Hanya 2 yang Beroperasi
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, saat ini teknologi PLTSa yang banyak dikembangkan adalah gasifikasi dan insinerator.
"Kalau gasifikasi itu kelebihannya lebih terkontrol, gasnya tetap rumit. Kalau insinerator lebih gampang menyelesaikan tapi itu ada dioksin furan, tapi yang penting itu ditangani dengan serius, itu bisa clear," kata Hanif, dilansir dari Antara, Jumat (11/4/2025).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menuturkan pemerintah akan mendorong pembangunan PLTSa dengan Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI Danantara) yang berkolaborasi dengan PT PLN untuk menarik investasi atau kerjasama dengan investor.
"Nanti yang menyeleksi teknologinya kita minta kepada Danantara," kata Zulkifli.
Baca juga: Warga Mojosongo Datangi Balai Kota Solo, Keluhkan Limbah PLTSa Putri Cempo
Zulhas menyebut, bisnis pengolahan sampah sebetulnya memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.
Dia menambahkan, bisnis pengolahan sampah menjadi energi listrik di Indonesia cukup diminati oleh negara-negara investor seperti Singapura, Jepang, China, hingga Eropa.
Oleh karena itu, diperlukan aturan yang memudahkan investor untuk menanamkan modalnya baik secara pendanaan ataupun teknologi.
"Sekarang yang ngantri banyak yang mau. Tapi karena ruwet nggak ada yang berani, nggak sanggup mengurusnya," ujar Zulhas.
Baca juga: Pembangunan Insenerator PLTSa di Legok Nangka Dikritik Sejumlah Organisasi
Sebelumnya, pemerintah tengah melakukan penyatuan tiga Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah untuk mendukung upaya pemanfaatan sampah menjadi energi listrik lewat PLTSa.
Aturan yang akan disatukan termasuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 97 Tahun 2017, Perpres Nomor 35 Tahun 2018, serta Perpres Nomor 83 Tahun 2018.
Salah satu skema yang direncanakan termasuk pengaturan biaya listrik dari PLTSa sebesar 18-20 sen per kilowatt hour (kWh).
Jumlah itu berada di atas penetapan tarif listrik dari PLTSa yang ditetapkan PLN yaitu 13,5 sen per kWh.
Baca juga: Volume Sampah Jakarta Turun hingga 80 Persen Selama Lebaran
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya