Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/04/2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Bertransisi dari energi fosil dan beralih ke sumber terbarukan dapat meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi risiko perdagangan bagi negara-negara di seluruh dunia.

Temuan tersebut mengemuka dalam studi yang diterbitkan di jurnal Nature Climate Change baru-baru ini.

Saat ini, dunia membutuhkan sumber daya penting untuk mendukung pengembangan energi terbarukan seperti litium, nikel, kobalt, tembaga, dan mineral tanah jarang.

Baca juga: Peringati Hari Bumi, Kemenag Berencana Tanam 1 Juta Pohon

Di sisi lain, kebanyakan sumber daya tersebut terkonsentrasi di belahan bumi selatan. Kebutuhan sumber daya alam tersebut dapat mengubah geopolitik energi dan perdagangan global.

Profesor ilmu sistem bumi Stanford Doerr School of Sustainability Steve Davis, sekaligus penulis studi tersebut, menyampaikan kebanyakan pihak saat ini sekadar berfokus pada hal-hal baru.

"Dan tidak benar-benar mempertimbangkan manfaat keamanan saat beralih dari bahan bakar fosil," ujar Davis, dilansir dari Euronews, Kamis (10/4/2025).

Meski demikian, ujarnya, sebagian besar negara yang mengurangi ketergantungannya terhadap bahan bakar fosil dan meningkatkan porsinya ke material-material tersebut sebenarnya merupakan kemenangan bagi ketahanan energi.

Baca juga: Setengah Emisi CO2 Dunia Berasal dari 36 Perusahaan Bahan Bakar Fosil

Para ilmuwan yang melakukan studi tersebut menganalisis kerentanan baru dari setiap negara yang melakukan dekarbonisasi dengan negara yang terus bergantung dengan bahan bakar fosil.

Para ilmuwan juga membuat basis data sumber energi negara-negara yang diteliti mulai dari minyak, gas, batu bara, uranium, hingga bahan bakar nabati (BBN).

Para peneliti menghitung berapa banyak sumber daya ini yang diperlukan untuk memenuhi permintaan energi di masing-masing dari 236 negara dalam 1.092 skenario berbeda untuk mencapai emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) secara global pada 2060.

Mereka kemudian membuat indeks risiko perdagangan berdasarkan ketersediaan cadangan energi domestik, pangsa permintaan untuk bahan bakar atau bahan tertentu yang dipenuhi oleh impor, nilai ekonomi impor, dan ukuran konsentrasi pasar yang banyak digunakan untuk mengukur ketahanan energi.

Baca juga: Pemerintah Baru Gunakan EBT 15 GW untuk Listrik, Sisanya Didominasi Energi Fosil

Manfaat

Para peneliti menemukan bahwa jika semua negara mempertahankan jaringan mereka saat ini, risiko terkait perdagangan terhadap ketahanan energi akan menurun rata-rata sebesar 19 persen.

Jika negara-negara memperluas jaringan mereka dan berdagang dengan semua pemilik sumber daya, maka risiko perdagangan akan turun rata-rata 50 persen.

Mengurangi kebutuhan bahan baku impor atau mengembangkan teknologi yang minim penggunaan bahan baku bisa menjadi cara lain bagi negara-negara yang tidak diberkahi sumber daya mineral dalam meminimalkan risiko perdagangan sambil menghilangkan bahan bakar fosil.

Menurut penelitian tersebut, risiko perdagangan juga turun rata-rata sebesar 17 persen jika tingkat daur untuk mineral penting seperti litium, nikel, dan indium dilipatgandakan empat kali lipat.

Baca juga: 5 Strategi Lawan Perubahan Iklim Versi Sekjen PBB, Pensiunkan Energi Fosil sampai Pembiayaan

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
LSM/Figur
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
Pemerintah
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
LSM/Figur
Perubahan Iklim Bakal Bikin Aroma Vanila Alami Lebih Sulit Didapatkan
Perubahan Iklim Bakal Bikin Aroma Vanila Alami Lebih Sulit Didapatkan
LSM/Figur
KLH Perketat PROPER, Klaim Perusahaan Bakal Diikuti Survei Lapangan
KLH Perketat PROPER, Klaim Perusahaan Bakal Diikuti Survei Lapangan
Pemerintah
ITS Perluas Akses Beasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif
ITS Perluas Akses Beasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif
Swasta
MethaneSAT Hilang di Angkasa, Pemantauan Emisi Metana di Ujung Tanduk
MethaneSAT Hilang di Angkasa, Pemantauan Emisi Metana di Ujung Tanduk
Swasta
Mangrove Diselamatkan, Manusia dan Buaya Sama-Sama Aman
Mangrove Diselamatkan, Manusia dan Buaya Sama-Sama Aman
LSM/Figur
Jual Kayu Ilegal, Direktur Perusahaan Terancam 15 Tahun Penjara
Jual Kayu Ilegal, Direktur Perusahaan Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Semua Kawasan Komersial di Jakarta Harus Kelola Sampah Mandiri, Tak Bebani APBD
Semua Kawasan Komersial di Jakarta Harus Kelola Sampah Mandiri, Tak Bebani APBD
Pemerintah
Bus Listrik Bisa Pangkas Emisi GRK, tetapi Berpotensi Jadi Proyek FOMO
Bus Listrik Bisa Pangkas Emisi GRK, tetapi Berpotensi Jadi Proyek FOMO
Swasta
Tambang Ancam Ekosistem Kerapu dan Ketahanan Pangan di Raja Ampat
Tambang Ancam Ekosistem Kerapu dan Ketahanan Pangan di Raja Ampat
LSM/Figur
Susu Terancam Panas Ekstrem, Produksinya Turun 10 Persen oleh Iklim
Susu Terancam Panas Ekstrem, Produksinya Turun 10 Persen oleh Iklim
Pemerintah
Setiap Makanan Berisiko Terkontaminasi Mikroplastik dari Kemasan
Setiap Makanan Berisiko Terkontaminasi Mikroplastik dari Kemasan
Pemerintah
Transisi Energi Terbarukan yang Adil Tingkatkan PDB Global 21 Persen
Transisi Energi Terbarukan yang Adil Tingkatkan PDB Global 21 Persen
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau