Untuk menyatukan data biodiversitas di Indonesia, BRIN saat ini sedang berupaya mengembangkan sebuah portal sistem informasi koleksi biodiversitas nasional. Pengembangan portal direncanakan selesai pada akhir tahun 2025.
Koleksi ilmiah ini akan dilengkapi dengan data spesies, status, lokasi habitat, dan gambar digital. Data ini rencananya akan diintegrasikan dengan data genetik dan publikasi ilmiah yang berhubungan dengan pemanfaatan koleksi.
Koleksi ini akan dikembangkan menjadi big data yang bertujuan untuk menyediakan informasi komprehensif mencakup spesies, populasi, keanekaragaman genetik, ekosistem, serta potensi pemanfaatannya. Dokumentasi jumlah spesies flora dan fauna, status konservasi, serta sebaran geografis juga sangat penting dikumpulkan untuk menentukan kebijakan perlindungan yang tepat terhadap spesies atau habitat yang benar-benar kritis.
Masalahnya, tidak mudah untuk mengumpulkan data biodiversitas yang terserak di mana-mana. Dari sisi regulasi, sudah ada aturan yang memberikan mandat kepada BRIN untuk mengelola data dan informasi biodiversitas. Namun pada tataran pelaksanaannya terganjal banyak kendala.
Baca juga: Separuh Negara Dunia Tak Punya Rencana Perlindungan Biodiversitas
Secara teknis, data biodiversitas di Indonesia tersebar dalam berbagai format, mulai dari dokumen cetak hingga data digital yang tidak selalu kompatibel satu sama lain. Selain itu, kurangnya koordinasi antarpemangku kepentingan semakin memperumit upaya pengelolaan data biodiversitas.
Sederet hambatan ini hanya bisa dipecahkan jika semua pihak mengesampingkan ego sektoral, serta bekerja sama dalam mengumpulkan dan mengolah data biodiversitas. Ujungnya, semua data ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.
Belajar dari praktik di negara megadiverse lain seperti Brasil, mereka sudah mengembangkan platform daring untuk memetakan dan memantau keanekaragaman hayati. Platform ini memungkinkan integrasi data dari berbagai sumber, seperti lembaga penelitian, pemerintah, dan organisasi konservasi.
Sistem ini tidak hanya memudahkan akses informasi bagi peneliti dan pembuat kebijakan, tetapi juga melibatkan partisipasi publik melalui konsep citizen science—di mana masyarakat bisa ikut berkontribusi dalam pengumpulan dan verifikasi data biodiversitas.
Langkah serupa harus diterapkan di Indonesia dengan membangun sistem basis data terintegrasi yang mengumpulkan informasi dari berbagai lembaga terkait keanekaragaman hayati. Dengan demikian, Indonesia bisa meningkatkan efektivitas konservasi dan pemanfaatan sumber daya hayati secara berkelanjutan.
Indonesia adalah negara mega biodiversitas dengan ribuan spesies flora dan fauna. Banyak dari spesies tersebut merupakan endemik yang tak bisa ditemukan di negara lain, seperti anggrek hitam, kantong semar, komodo, hingga burung cenderawasih.
Tanpa basis data yang kuat dan terintegrasi, sulit berharap adanya kebijakan yang tepat untuk melindungi keanekaragaman hayati, sementara negara ini berisiko kehilangan spesies berharga yang penting bagi generasi mendatang.
Baca juga: 2000 Riset Dianalisis, Hasilnya: Fix, Manusia Biang Keladi Kepunahan
* Peneliti Ilmu Informasi, Pemrosesan Bahasa Alami, dan Kajian Sains Kuantitatif, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
** Peneliti Senior Kecerdasan Buatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
*** Peneliti bidang Sistem Informasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya