Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/04/2025, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pemanasan global mengacu pada permukaan bumi yang semakin panas dalam jangka panjang yang diamati sejak periode pra-industri antara tahun 1850 hingga 1900.

Pemanasan global terjadi karena berbagai aktivitas manusia yang berlebihan, terutama pembakaran bahan bakar fosil, yang meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Semakin banyak emisi GRK yang lepas ke atmosfer, semakin banyak pula panas matahari yang terperangkap di dalam Bumi.

Baca juga: Pemanasan Global Bikin Kadar Oksigen di Danau-danau Dunia Menurun

Pemanasan global menyebabkan perubahan iklim yang menimbulkan berbagai dampak negatif dan bahkan merusak terhadap kehidupan di Bumi.

Lantas, apakah manusia bisa menghentikan pemanasan global? Jawaban sederhananya adalah bisa.

Akan tetapi, upaya menghentikan pemanasan global tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan memerlukan kerja ekstra keras.

Pasalnya, semua aktivitas manusia saat ini sangat bergantung dengan pembakaran bahan bakar fosil dalam kehidupan sehari-harinya, mulai dari transportasi, listrik, hingga memasak.

Baca juga: Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Menghentikan pemanasan global

Ilustrasi pemanasan global. Salah satu dampak pemanasan global terhadap lingkungan adalah mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan.Dok. Shutterstock/Sepp photography Ilustrasi pemanasan global. Salah satu dampak pemanasan global terhadap lingkungan adalah mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan.

Salah satu upaya terbesar yang bisa dilakukan manusia untuk menghentikan pemanasan global adalah dengan menghentikan seluruh aktivitas yang melepaskan emisi GRK, seperti pembakaran bahan bakar fosil.

Dengan berhenti melepaskan emisi, maka GRK yang memerangkap panas matahari tidak lagi bertambah di atmosfer Bumi.

Tanpa pengaruh manusia, proses alami akan mulai perlahan-lahan menghilangkan kelebihan karbon dioksida dari atmosfer, dan suhu global akan mulai menurun secara bertahap.

Akan tetapi, meski manusia menghentikan semua pelepasan emisi GRK saat ini juga, suhu Bumi masih akan terus naik di tahun tahun mendatang. Hal tersebut disebabkan oleh setidaknya dua alasan.

Pertama, dilansir dari situs web Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat atau NOOA, arus laut membawa kelebihan panas yang tersimpan di laut dalam kembali ke permukaan. Begitu kelebihan panas ini akhirnya lepas ke luar angkasa, suhu Bumi bisa kembali stabil.

Baca juga: Pemanasan Global Sebabkan Kadar Oksigen Danau di Dunia Turun

Para ahli berpendapat, pemanasan tambahan dari panas yang tersimpan oleh lautan ini ini tidak mungkin melebihi 0,5 derajat celsius.

Kedua, dilansir dari Live Science, emisi GRK seperti karbon dioksida memiliki "usia" yang lama dan tetap berada di atmosfer selama ratusan tahun.

Untuk mengatasi hal ini dan mempercepat pengurangan emisi GRK, beberapa ilmuwan mengusulkan sistem yang disebut penangkapan dan penyimpanan karbon dari atmosfer.

Namun, teknologi tersebut masih dalam pengembangan dan biayanya masih sangat mahal sehingga saat ini tidak mungkin dilakukan.

Baca juga: Tanaman Pangan Penting Dunia Terancam Punah karena Pemanasan Global

Upaya melawan pemanasan global

Ilustrasi pemanasan global.Dok. Shutterstock/Nexus 7 Ilustrasi pemanasan global.

Melawan pemanasan global merupakan upaya kolektif yang memerlukan kolaborasi lintas sektor, mulai dari antarnegara hingga antarkota, serta mulai dari swasta hingga pemerintah dan warga.

Upaya paling ambisius untuk menghentikan pemanasan global sejauh ini adalah Perjanjian Paris yang ditandatangani pada 2015.

Perjanjian tersebut ditandatangani 195 negara dan bertujuan untuk menjaga suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius secara ambisius.

Untuk mencapai tujuan tersebut, negara-negara peratifikasi Perjanjian Paris diwajibkan menyusun strategi pengurangan emisi GRK skala nasional melalui kebijakan iklim.

Meski demikian, sejauh ini sebagian besar negara memenuhi target dalam kebijakan iklimnya. Bahkan, Amerika Serikat sebagai salah satu negara penghasil emisi GRK terbesar di dunia menarik diri dari Perjanjian Paris pada 2025, ketika Donald Trump memulai masa jabatan keduanya sebagai presiden.

Baca juga: Dikira Ramah Lingkungan, Bahan Pendingin AC HFO Ternyata Picu Pemanasan Global

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau