Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Pegunungan Meratus Akan Diubah Jadi Taman Nasional

Kompas.com, 24 September 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah mempersiapkan perubahan status Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan dari Hutan Lindung menjadi Taman Nasional.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, inisiatif perubahan status Pegunungan Meratus dilakukan mengingat Kalimantan Selatan merupakan satu dari empat provinsi di Indonesia yang belum memiliki Taman Nasional.

Hal tersebut disampaikan Hanif dalam rapat persiapan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru, Senin (23/9/2024).

Baca juga: Mutis Timau Jadi Taman Nasional ke-56, Dianggap Mama Bagi Masyarakat Timor

"Perubahan fungsi ini juga bertujuan untuk meningkatkan intensitas pengelolaan kawasan hutan Pegunungan Meratus," kata Hanif dikutip dari siaran pers.

Dia menambahkan, perubahan status tersebut dimaksudkan untuk menjaga tutupan lahan di Pegunungan Meratus yang tidak mengalami perubahan selama 10 tahun terakhir

Hanif menilai, kawasan hutan lindung Pegunungan Meratus sudah memenuhi persyaratan untuk bisa ditingkatkan statusnya menjadi kawasan Taman Nasional.

"Segala variabel sudah disampaikan dan lengkap sekali. UNESCO juga telah mengakui Geopark Meratus, sehingga secara teknis sudah layak untuk ditingkatkan menjadi Taman Nasional," tuturnya.

Baca juga: Bayi Jantan Banteng Jawa Lahir di Taman Nasional Baluran Situbondo

Hanif juga meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan untuk melakukan identifikasi luasan kawasan hutan lindung Pegunungan Meratus yang akan diajukan menjadi Taman Nasional nanti.

"Kita juga akan melibatkan orang-orang yang ahli di bidang ekonomi dan keuangan dalam penyusunan kajian akdemisnya, mengingat kita saat ini juga menggeser baseline dari ekologi sentris menjadi profit sentris," tutur Hanif.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Satyawan Pudyatmoko menuturkan, pengusulan Taman Nasional Pegunungan Meratus ini sudah tepat.

Dia menegaskan, kawasan Pegunungan Meratus mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati dan keunikan ekosistem yang menjadi salah satu kriteria penetapan Taman Nasional.

Baca juga: Wacana Taman Nasional Komodo Ditutup 2025 untuk Wisata, Mungkinkah?

"Di sana juga ada kelompok masyarakat yang memiliki interaksi positif dengan kawasan pegunungan Meratus," jelas Satyawan.

Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Roy Rizali Anwar menyampaikan, pemerintah daerah mendorong realisasi penetapan Taman Nasional Gunung Meratus.

Perubahan status tersebut dinilai akan membawa banyak manfaat bagi daerah dan masyarakat sekitar apabila perubahan fungsi kawasan hutan ini berhasil terealisasi.

"Usulan perubahan fungsi kawasan hutan ini, harus dilakukan secara cermat serta diperlukan kajian yang komperhensif yang melibatkan berbagai aspek mulai dari potensi keanekaragaman hayati hingga dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat sekitar," ucap Roy.

Baca juga: Taman Nasional Bisa Jadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Lewat Jasa Lingkungan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau