Apalagi jika angka 48 persen, seperti hasil penelitian di Auckland dan Xiamen, wajib dicapai agar keberadaan kendaraan listrik tidak sia-sia dalam upaya dekarbonisasi di sektor transportasi.
Studi oleh peneliti di Universitas Auckland dan Universitas Xiamen, saya kira, harus diletakkan sebagai pengingat atau peringatan. Dan bukan sebagai ucapan perpisahan terhadap kendaraan--mobil, motor dan bus--listrik.
Temuan itu bukan hal yang absolut, final dan meringkas semua hal menyangkut kendaraan listrik.
Teknologi dari kendaraan listrik mungkin belum sempurna, tapi sejarah mengajarkan kemajuan teknologi adalah hasil dari penghancuran kreatif yang terus-menerus. Inovasi selalu diperbarui dan tak mengenal kata berhenti atau setop.
Mobil listrik nongol jauh sebelum mobil bermesin pembakar internal (mobil berbahan bakar minyak atau solar) ditemukan, dan para pemimpi tidak pernah berhenti beusaha membuatnya berfungsi dengan baik di jalan raya.
Sejak 1830-an Robert Anderson dari Skotlandia telah memulai kecambah mobil listrik. Bermula dari baterai (sel galvanik) yang tak bisa diisi ulang.
Sekian dekade kemudian, tepatnya 1859, baterai yang dapat diisi ulang ditemukan. Apa yang dilakukan Tesla atau BYD atau Wuling di abad 21 adalah kelanjutan dari temuan abad 19.
Urgensi kendaraan listrik di abad 21 adalah dekarbonisasi di sektor transportasi. Studi mutakhir oleh The International Council on Clean Transportation menyebut, tahun ini emisi dari transportasi darat secara global bakal melejit menjadi sembilan gigaton.
Ini prediksi yang suram, sebab di tahun 2024 saja, transportasi merupakan sektor penyumbang emisi gas rumah kaca nomor dua secara global.
Statista mencatat, sumbangan transportasi darat, udara dan laut di tahun 2024 mencapai delapan miliar metrik ton setara CO2. (Metrik ton adalah penyebutan dalam sistem Satuan Internasional, di mana 1.000 kilogram = 1 metrik ton).
Emisi gas rumah kaca bukan perkara kendaraan listrik semata, kendaraan berbahan bakar fosil lebih parah dalam memuntahkan emisi. Karena sumber listrik untuk kendaraan listrik belum sepenuhnya dipasok dari energi terbarukan, bukan berarti kita harus berpisah dengannya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya