JAKARTA, KOMPAS.com - International Project Lead Nevce Australia, Idris F Sulaiman, menilai bahwa pendanaan masih menjadi masalah utama pengadaan bus listrik di Indonesia. Padahal, transportasi publik ini dapat menurunkan emisi karbon.
Karenanya, dia mengusulkan pendekatan multidisipliner hingga inovasi pembiayaan dari pemerintah daerah (pemda).
"Dari sisi keuangannya tentunya perlu ada suatu pendekatan di mana beberapa kota bisa 'patungan', sehingga beban untuk satu kota tidak terlalu berat," ujar Idris saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025).
Baca juga: Bus Makin Modern tetapi Belum Inklusif, Perempuan dan Disabilitas Terpinggirkan
Ia menyebut, mayoritas pemda masih terbebani dengan skema pembiayaan konvensional yang membuat proyek ini sulit dijalankan secara mandiri. Idris mencontohkan, di Australia pengadaan bus dan fasilitas pengisian daya dilakukan langsung oleh pemerintah dan perasionalnya dijalankan swasta.
Selain itu, pendanaan didapatkan juga dari iklan komersial pada badan bus.
"Di Australia pemasukan advertensi swasta di bus pemerintah cukup tinggi. Jadi harus proaktif lah di semua level, dan percontohan adalah salah satu yang bisa memberikan stimulasi agar terjadi lompatan," jelas Idris.
Pemerintah Indonesia membutuhkan investasi, salah satunya melalui skema Energy Service Company (ESCO) yang banyak digunakan pada proyek bangunan hijau. Dalam skema ini, biaya awal dapat dicicil layaknya angsuran di mana penghematan listrik yang diperoleh menjadi bagian dari investasi.
"Jadi perbedaannya misalnya setiap savingnya katakan Rp 20 juta dari Rp 100 juta, itu tetap diambil. Tetapi itu bisa dibayar, jadi kayak macam angsuran," ucap dia.
Kepala Subdirektorat Transportasi Perkotaan Direktorat Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan, Andi Faizah Arsal, menyebut pihaknya menempatkan aksi mitigasi perubahan iklim sebagai bagian utama dari kebijakan sektor transportasi.
Baca juga: Kurangi Polusi Udara, Bus Listrik Didorong Jadi Transportasi Perkotaan
Hal ini tetuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2023, yang mencakup pengembangan transportasi umum termasuk bus listrik.
"Kegiatan ini sudah diselenggarakan di 11 kota Indonesia dan telah diimplementasi operasional bus listrik di dua kota, yaitu delapan unit di Kota Bandung dan 14 Unit di Surabaya," jelas Andi.
Lainnya, mendorong sistem bus rapid transit (BRT). Di Medan, misalnya, ada 60 unit bus listrik yang disediakan sebagai transportasi ramah lingkungan. Sedangkan Jakarta memiliki 300 bus listrik yang beroperasi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya