KOMPAS.com - Pengembangan Indonesia sebagai Hub Produksi Electric Vehicle (EV) berpotensi menciptakan jutaan green jobs pada 2060.
Hal ini disampaikan oleh Intan Salsabila Firman, peneliti Tenggara Strategics, dalam forum RE Invest Indonesia 2025, "Indonesia as the Next EV Production Hub" yang diadakan di Auditorium CSIS pada Kamis (24/04/2025)
"Produksi EV diperkirakan dapat menciptakan 500 ribu hingga 2 juta pekerjaan baru pada tahun 2060," ujar Intan.
Dia mengutip dari proyeksi Bappenas dan merujuk pada studi Bank Dunia serta International Council on Clean Transportation yang memperkirakan bahwa pengembangan sektor ini akan mendorong penciptaan lapangan kerja terutama di sektor manufaktur baterai dan kendaraan.
Sektor kendaraan listrik tidak hanya memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia, tetapi juga memainkan peran kunci dalam pembangunan ekonomi yang lebih hijau.
Pada tahun 2020, kontribusi industri EV terhadap PDB Indonesia mencapai sekitar Rp29,56 triliun, yang sebagian besar berasal dari manufaktur kendaraan listrik dan baterai. Ini menandakan bahwa investasi dalam industri EV berpotensi besar untuk meningkatkan ekonomi Indonesia.
Green jobs di sektor EV bisa beragam, mulai dari manufaktur kendaraan listrik, produksi baterai, hingga inovasi teknologi terkait kendaraan listrik.
Keberadaan industri kendaraan listrik ini menjadi langkah strategis bagi Indonesia dalam menciptakan ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkungan dan berbasis pada green jobs.
Indonesia memiliki keunggulan besar dalam industri EV berkat cadangan nikel yang mencapai 56 persen dari total cadangan dunia.
Baca juga: RI dan Asean Diingatkan untuk Siapkan Infrastruktur Daur Ulang Baterai Mobil Listrik
Nikel merupakan bahan baku utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Dengan memiliki sumber daya alam yang melimpah, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok global untuk baterai kendaraan listrik.
“Permintaan global terhadap baterai nikel akan meningkat, dan Indonesia harus bisa mengambil peluang ini untuk menjadi pemain utama di rantai pasok global,” jelasnya.,” kata Intan.
Namun, untuk memaksimalkan potensi ini, Indonesia harus mengembangkan berbagai komponen penting dalam produksi baterai, seperti katoda, anoda, dan sistem daur ulang baterai yang saat ini masih belum banyak dikembangkan.
Meskipun potensi besar ada pada sektor kendaraan listrik, tantangan terbesar dalam pengembangan industri EV di Indonesia adalah aspek regulasi, infrastruktur, dan kesadaran masyarakat.
Intan mengingatkan bahwa penting bagi pemerintah untuk memberikan insentif yang mendukung, tidak hanya untuk produsen baterai berbasis nikel, tetapi juga untuk pengguna kendaraan listrik.
Selain itu, pemerintah perlu mempercepat pengembangan komponen baterai domestik untuk memastikan Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pasar global sambil menciptakan lapangan kerja di sektor ini.
Standar keberlanjutan internasional juga harus diperhatikan, mengingat negara-negara seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat mulai menerapkan regulasi ketat terkait jejak karbon.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Insentif Mobil Listrik Tetap Ada pada 2025
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya