Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemutihan Massal Ancam 84 Persen Terumbu Karang Dunia

Kompas.com - 27/04/2025, 16:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para ilmuwan memperingatkan, terumbu karang di seluruh dunia sedang mengalami kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat pemutihan karang global terparah yang pernah ada.

Peristiwa ini telah merusak lebih dari 80 persen dari seluruh terumbu karang di Bumi.

Data terbaru dari Coral Reef Watch menunjukkan bahwa terumbu karang di setidaknya 82 negara dan wilayah telah terpapar panas yang cukup untuk membuat karang menjadi putih sejak peristiwa global ini dimulai pada Januari 2023.

Mengutip Guardian, Sabtu (26/4/2025), terumbu karang dikenal sebagai hutan hujan laut karena konsentrasi keanekaragaman hayati mereka yang tinggi, yang mendukung sekitar sepertiga dari seluruh spesies laut dan satu miliar orang.

Namun suhu air laut yang luar biasa panas, yang belum pernah terjadi sebelumnya, telah meluas dengan cepat di berbagai samudra mulai dari Pasifik, Atlantik, dan Hindia, layaknya api yang berkobar di daratan.

Baca juga: Cerita Terumbu Karang yang Mati Suri 3.000 Tahun dan Pulih Kembali

Panas ekstrem ini telah menyebabkan kerusakan parah dan kematian massal pada populasi karang di seluruh dunia.

Peristiwa pemutihan karang global keempat yang sedang terjadi saat ini jauh lebih parah dibandingkan peristiwa-peristiwa sebelumnya.

Sebanyak 84 persen terumbu karang di dunia telah mengalami panas yang cukup untuk menyebabkan pemutihan.

Sebagai perbandingan, pada peristiwa pemutihan ketiga yang terjadi antara tahun 2014 dan 2017, persentasenya adalah 68 persen.

Lalu, terumbu karang yang terdampak pada peristiwa tahun 2010 sebanyak 37 persen sedangkan pada peristiwa pertama yang tercatat pada tahun 1998 hanya 21 persen.

Ini menunjukkan bahwa tingkat keparahan dan cakupan pemutihan karang global semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Bahkan terumbu karang yang dianggap oleh para ilmuwan sebagai tempat berlindung dari meningkatnya tingkat panas laut juga telah memutih.

"Fakta bahwa begitu banyak area terumbu karang yang terdampak, termasuk tempat-tempat yang dianggap sebagai 'perlindungan termal' seperti Raja Ampat dan Teluk Eilat, menunjukkan bahwa pemanasan laut telah mencapai tingkat di mana tidak ada lagi tempat aman dari pemutihan karang dan dampaknya," kata Dr. Derek Manzello, direktur Coral Reef Watch.

Melansir Science Alert, pemutihan karang adalah kondisi ketika karang kehilangan alga yang hidup di dalam jaringannya.

Alga ini sangat penting bagi karang karena memberikan warna cerah pada karang dan juga menghasilkan makanan serta nutrisi yang dibutuhkan karang untuk bertahan hidup.

Baca juga: Resmi, Utang Indonesia ke AS Rp 573 Miliar Ditukar untuk Konservasi Terumbu Karang

Ketika karang mengalami tekanan, misalnya akibat suhu air laut yang terlalu tinggi, mereka akan mengeluarkan alga tersebut. Akibatnya, karang menjadi pucat atau putih, kekurangan makanan dan nutrisi, menjadi lemah, lebih mudah terserang penyakit, dan jika kondisi stres berlanjut, karang bisa mati.

Lautan menyimpan 90 persen kelebihan panas yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia, yang menyebabkan suhu laut yang lebih hangat, yang merupakan penyebab utama pemutihan karang.

"Hubungan antara emisi bahan bakar fosil dan kematian karang bersifat langsung dan tidak dapat disangkal," kata Alex Sen Gupta, seorang ilmuwan iklim di Universitas New South Wales di Australia.

Para ilmuwan memprediksi bahwa jika suhu rata-rata global naik sebesar 1,5 derajat Celsius, maka kemungkinan besar antara 70 persen hingga 90 persen dari seluruh terumbu karang di dunia akan musnah.

Ini menjadi sebuah ironi karena terumbu karang tidak hanya mendukung kehidupan laut, tetapi juga ratusan juta orang yang tinggal di komunitas pesisir di seluruh dunia dengan menyediakan makanan, perlindungan dari badai, dan mata pencaharian melalui perikanan dan pariwisata.

Baca juga: 77 Persen Wilayah Terumbu Karang Dunia Alami Pemutihan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau