Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/04/2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Perjanjian Paris atau Paris Agreement telah berusia 10 tahun pada tahun ini sejak diinisiasi pada 2015 dalam KTT iklim COP21 di Paris, Perancis.

Perjanjian yang mengikat hampir 200 negara dan pihak tersebut menjadi salah satu pakta penting yang mengikat negara-negara untuk menangani krisis iklim.

Memasuki perayaan 10 tahunnya, Perjanjian Paris sempat diwarnai gonjang-ganjing awal tahun ini setelah Donald Trump menarik Amerika Serikat (AS) keluar dari perjanjian ini.

Penarikan AS dari Perjanjian Paris ini membuat banyak pihak kecewa karena "Negeri Paman Sam" adalah salah satu penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di dunia, penyebab utama krisis iklim.

Dengan keluarnya AS, kini negara dan pihak yang meratifikasi Perjanjian Paris tersisa 195 dari sebelumnya 196. Selain itu, masih ada negara yang sampai sekarang belum meratifikasi pakta ini yakni Iran, Libya, dan Yaman.

Akan tetapi, banyak pihak masih berharap banyak terhadap Perjanjian Paris agar dunia semakin ambisius dan bersatu padu melawan krisis iklim.

Baca juga: Perjanjian Paris: Sejarah, Isi, dan Urgensinya

Tujuan Perjanjian Paris

Salah satu tujuan utama dari Perjanjian Paris adalah mencegah suhu Bumi naik tak lebih dari 2 derajat celsius, dan kalau bisa 1,5 derajat celsius, dibandingkan masa pra-industri.

Ambang batas 2 derajat celsius tidak dipilih secara sembarangan. Para ilmuwan meyakini, angka tersebut menjadi ambang batas yang menyebabkan perubahan besar di Bumi.

Jika ambang batas tersebut terlampaui, Bumi akan mengalami perubahan yang dahsyat dan tidak dapat diperbaiki lagi.

Untuk mencegah kenaikan suhu, negara-negara harus menekan emisi GRK mereka yang tertuang dalam dokumen kebijakan iklim bernama Nationally Determined Contribution (NDC).

Baca juga: Perjanjian Paris Tanpa AS, Sekjen PBB: Transisi Energi Dunia Tak Terhentikan

NDC juga dapat diartikan sebagai rencana aksi iklim nasional yang menguraikan bagaimana suatu negara berencana untuk mencapai target pengurangan emisi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Secara keseluruhan, sebuah NDC dianggap memiliki kekuatan yang besar jika terperinci, ambisius, dan kredibel.

NDC harus menetapkan target pengurangan emisi untuk sektor-sektor utama penghasil GRK seperti energi dan transportasi, sambil menyelaraskan kebijakan nasional yang dapat menghambat kemajuan dalam transisi ke energi bersih, seperti subsidi bahan bakar fosil.

Dokumen ini akan ditinjau tiap lima tahun sekali dengan maksud untuk meningkatkan ambisi penanganan perubahan iklim.

Di samping itu, dalam Perjanjian Paris, negara maju juga dituntut membantu negara miskin dalam pendanaan atau pembiayaan iklim.

Baca juga: Ketahanan Ekonomi dan Energi RI Terancam Jika Mundur dari Perjanjian Paris

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau