Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/04/2025, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Perusahaan-perusahaan asal China disebut membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Indonesia dengan total kapasitas 7,7 gigawatt (GW).

Mayoritas PLTU batu bara tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan smelter nikel di Indonesia.

Temuan tersebut mengemuka berdasarkan laporan terbaru lembaga think tank energi global, Global Energy Monitor (GEM), Senin (28/4/2025).

Baca juga: PLN Mengaku Siap Kaji Pensiun Dini PLTU Batu Bara

Menurut laporan GEM, Indonesia merupakan penerima investasi terbesar dari proyek Belt and Road Initiative (BRI) China. Hampir semua investasi tersebut diarahkan ke sektor energi.

Dalam beberapa tahun terakhir, investasi dari perusahaan asal China memiliki peran yang penting terhadap pertumbuhan PLTU captive untuk pemurnian bijih logam.

Pembangunan PLTU batu bara di Indonesia tersebut merupakan sebagian dari ekspansi PLTU batu bara China di luar negeri.

Di sisi lain, ekspansi PLTU batu bara tersebut bertentangan dengan janji "Negeri Panda" yang dilontarkan pada 2021, sebagaimana dilansir Reuters.

Baca juga: RI Perlu Pensiunkan 72 PLTU, Cegah Suhu Bumi Naik 1,5 Derajat Celsius

Pada 2021, Presiden China Xi Jinping mengumumkan, China tidak akan lagi membantu membangun atau membiayai PLTU batu bara di luar negeri.

Akan tetapi, sejak 2021 sampai sekarang, setidaknya ada 26,2 GW kapasitas PLTU batu bara baru yang telah dibangun dan dibeking oleh China di luar negeri.

GEM juga melaporkan, 62 persen dari kapasitas pembangkit listrik yang sedang dibangun di 10 negara dan mitra BRICS bergantung pada perusahaan milik negara China.

Ketergantungan tersebut mencakup pembiayaan, pengadaan, rekayasa, atau konstruksi. 

Baca juga: Peta Jalan Transisi Energi Dinilai Dukung Pensiun Dini PLTU

James Norman dari Global Integrated Power Tracker GEM menuturkan, sebaiknya negara-negara anggota baru dan mitra BRICS mengikuti arah perkembangan energi terbarukan.

"Ada risiko nyata untuk mengarahkan negara-negara ini ke jalan yang salah dengan berinvestasi pada batu bara, gas, dan minyak," kata Norman.

PLTU captive terus naik

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, kapasitas terpasang PLTU batu bara captive di Indonesia meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir dan terus bertambah.

Menurut analisis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan GEM, kapasitas PLTU captive di Indonesia pada 2026 bisa menyalip kapasitas terpasang PLTU di Australia.

Baca juga: Bahlil Teken Peta Jalan Transisi Energi, PLTU Bisa Pensiun Dini Asalkan...

PLTU batu bara captive adalah pembangkit yang dioperasikan dan dimiliki oleh perusahaan tertentu untuk menyuplai kebutuhan listriknya sendiri.

Selama setahun saja, antara Juli 2023 hingga Juli 2024, kapasitas terpasang PLTU captive di Indonesia telah bertambah 4,5 GW

Menurut analisis CREA dan GEM, penambahan PLTU captive akan terus berlanjut. Estimasinya, akan ada tambahan 11,04 GW hingga 2026.

Estimasi tersebut didasarkan pada PLTU captive dari semua tahapan mulai dari konstruksi, pra-izin, dan pengumuman.

Sampai saat ini, sudah ada sekitar 15,2 GW PLTU captive yang telah terpasang. Jika estimasi tersebut ditambahkan, kapasitas terpasang PLTU captive di Indonesia bisa mencapai 26,24 GW pada 2026.

Baca juga: PLTU Paiton Didorong Terapkan Co-firing Biomassa hingga CCS

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menanti Hasil Perundingan Global untuk Akhiri Polusi Plastik
Menanti Hasil Perundingan Global untuk Akhiri Polusi Plastik
LSM/Figur
Akademisi UGM: Perubahan Iklim dan Manusia Jadi Pemicu Keringnya Sungai Eufrat
Akademisi UGM: Perubahan Iklim dan Manusia Jadi Pemicu Keringnya Sungai Eufrat
Pemerintah
100 GW PLTS oleh Kopdes Bisa menjadi Pembangkit EBT Terbesar di Asia Tenggara
100 GW PLTS oleh Kopdes Bisa menjadi Pembangkit EBT Terbesar di Asia Tenggara
LSM/Figur
China Terbitkan Katalog Baru Proyek Keuangan Hijau
China Terbitkan Katalog Baru Proyek Keuangan Hijau
Pemerintah
Perusahaan Sawit Disegel karena Picu Karhutla 1.514 Ha di Kalsel
Perusahaan Sawit Disegel karena Picu Karhutla 1.514 Ha di Kalsel
Pemerintah
Sungai di Jakarta Tercemar Berat, 95 Persen Limbah Rumah Tangga Belum Terkelola
Sungai di Jakarta Tercemar Berat, 95 Persen Limbah Rumah Tangga Belum Terkelola
Pemerintah
Dampak Perubahan Iklim Meluas, DPR Dorong Pengesahan RUU EBT
Dampak Perubahan Iklim Meluas, DPR Dorong Pengesahan RUU EBT
Pemerintah
Kemenhut Sebut 333.687 Hektare Lahan Ditetapkan Jadi Hutan Adat
Kemenhut Sebut 333.687 Hektare Lahan Ditetapkan Jadi Hutan Adat
Pemerintah
169 Reptil Dilindungi Hendak Dijual, Ada Sanca hingga Biawak
169 Reptil Dilindungi Hendak Dijual, Ada Sanca hingga Biawak
Pemerintah
Dukung Akses Kesehatan Nasional, Mitra Keluarga Cibubur Hadirkan Pelayanan Medis Ramah Keluarga dengan Wajah Baru
Dukung Akses Kesehatan Nasional, Mitra Keluarga Cibubur Hadirkan Pelayanan Medis Ramah Keluarga dengan Wajah Baru
Swasta
Ampuh Usir Gajah, Sereh Kini Digagas untuk Ekonomi Warga
Ampuh Usir Gajah, Sereh Kini Digagas untuk Ekonomi Warga
LSM/Figur
Penurunan Terumbu Karang di Great Barrier Reef Terburuk dalam 40 Tahun Terakhir
Penurunan Terumbu Karang di Great Barrier Reef Terburuk dalam 40 Tahun Terakhir
Pemerintah
Badan Cuaca PBB Sebut Suhu Ekstrem Pecahkan Rekor di Seluruh Dunia
Badan Cuaca PBB Sebut Suhu Ekstrem Pecahkan Rekor di Seluruh Dunia
Pemerintah
Bakti BCA Kembangkan Rumah Pangan Hidup, Wujudkan Desa Wisata Berkelanjutan
Bakti BCA Kembangkan Rumah Pangan Hidup, Wujudkan Desa Wisata Berkelanjutan
Swasta
Bagaimana Krisis Iklim Bikin Gajah dan Manusia Bertengkar? Ahli Jelaskan
Bagaimana Krisis Iklim Bikin Gajah dan Manusia Bertengkar? Ahli Jelaskan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau