Namun, analisis terbaru ini menimbulkan pertanyaan mengenai apa sebenarnya yang diukur oleh metrik-metrik lingkungan tersebut.
Baca juga: Sektor Energi Lepaskan 120 Juta Ton Emisi Metana pada 2024
Temuan penelitian ini muncul di tengah perdebatan yang semakin meningkat mengenai keadilan dan tanggung jawab lingkungan, terutama ketika negara-negara demokrasi yang lebih kaya terlibat dalam negosiasi perjanjian iklim internasional seperti Perjanjian Plastik Global dan COP29.
Forum-forum internasional ini seringkali menekankan target-target emisi di tingkat nasional. Namun, mereka cenderung mengabaikan dampak global dari pola konsumsi negara-negara kaya tersebut.
Studi ilmiah ini pun menambah jumlah penelitian yang makin banyak mempertanyakan metode perhitungan emisi iklim berbasis wilayah.
Metode tersebut cenderung hanya menghitung emisi yang dihasilkan di dalam batas geografis suatu negara dapat mengecilkan biaya lingkungan yang sebenarnya dari gaya hidup negara-negara kaya.
Negara-negara demokrasi berpendapatan tinggi, juga perlu mengubah arah kebijakan lingkungan mereka. Perubahan ini harus mencakup perhitungan yang tidak hanya fokus pada emisi yang dihasilkan di dalam batas wilayah negara mereka saja.
Sebaliknya, kebijakan lingkungan negara-negara kaya ini juga harus memperhitungkan dampak penuh dari konsumsi mereka di luar negeri.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya