Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aliansi Industri Bermitra Sulap Limbah Jadi Avtur Berkelanjutan

Kompas.com, 9 Juni 2025, 19:58 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Edie

KOMPAS.com - Perusahaan Honeywell, Samsung E&A, Johnson Matthey, dan Gidara Energy telah membentuk sebuah aliansi strategis yang bertujuan untuk memproduksi bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) dari biomassa dan limbah padat kota.

Mereka akan mengintegrasikan teknologi mereka di seluruh rantai produksi, dari sampah mentah hingga bahan bakar jadi, dengan menggunakan metode kimia yang dikenal sebagai sintesis Fischer-Tropsch.

Dalam kemitraan ini, industri tersebut akan menyatukan berbagai bidang keahlian yang berbeda dari masing-masing perusahaan.

Dalam hal ini, Gidara Energy akan menyediakan teknologi gasifikasi.

Teknologi tersebut berfungsi untuk mengubah limbah menjadi gas sintetik yang merupakan bahan baku utama untuk memproduksi bahan bakar melalui jalur Fischer-Tropsch yang telah disebutkan sebelumnya.

Johnson Matthey akan menyumbangkan keahlian di bidang katalis dan teknologi FT yang dibutuhkan untuk mengubah gas sintetik menjadi hidrokarbon cair.

Baca juga: Studi: Hanya 10 dari 77 Maskapai yang Mendorong Penerapan SAF

Sementara peran Honeywell meliputi penyediaan infrastruktur proses dan otomatisasi digital untuk mengintegrasikan berbagai tahap, dan Samsung E&A akan memimpin rekayasa, pengadaan, konstruksi, dan pelaksanaan proyek secara keseluruhan.

Melansir Edie, Jumat (6/6/2025), alih-alih hanya berkolaborasi secara longgar, mereka membentuk sebuah unit kerja yang lebih terstruktur dan bertanggung jawab untuk memastikan seluruh proses produksi SAF berjalan mulus dan efisien.

Tujuannya adalah untuk mengurangi waktu dan biaya pengembangan yang biasanya terkait dengan proyek SAF, yang sering kali melibatkan pemasok dan teknologi yang berbeda.

Kelompok tersebut mengklaim pendekatannya dapat memangkas waktu antara studi kelayakan dan permulaan fasilitas hingga lebih dari 15 persen dan mengurangi pengeluaran modal hingga 10 persen.

Aliansi ini tidak hanya menciptakan teknologi SAF yang inovatif, tetapi juga memiliki strategi bisnis yang jelas untuk menjualnya. Mereka akan menawarkan paket lengkap kepada pemerintah dan produsen bahan bakar jet di seluruh dunia yang ingin beralih ke bahan bakar yang lebih hijau, dengan janji efisiensi yang lebih tinggi dalam pembangunan dan operasional.

"Kami percaya bahwa memberikan solusi SAF menyeluruh memerlukan lebih dari sekadar inovasi tetapi juga membutuhkan aliansi yang kuat dengan penyedia teknologi kelas dunia," ungkap kepala eksekutif Samsung E&A, Hong Namkoong.

"Dengan mengintegrasikan teknologi canggih ini dan memanfaatkan rekayasa telah terbukti, kami membangun rantai nilai SAF yang tangguh dan dapat diskalakan yang akan mendorong masa depan penerbangan berkelanjutan,” tambahnya.

Baca juga: IATA Bentuk Organisasi Pengawas Avtur Berkelanjutan

Lebih lanjut, di pasar seperti Inggris dan Uni Eropa, bandara diwajibkan untuk meningkatkan proporsi SAF dalam pasokan bahan bakar jet mereka.

Tujuan dari kewajiban ini adalah untuk mengurangi emisi penerbangan sejalan dengan tujuan iklim yang mengikat secara hukum.

Meski SAF didukung secara luas oleh industri penerbangan, terutama untuk penerbangan jarak jauh, pemanfaatan bahan bakar ini masih menjadi perdebatan.

Ada dua masalah utama yang mendasari perdebatan itu.

Pasar belum sepenuhnya siap menerima SAF dalam jumlah besar, dan ada keraguan yang berkembang apakah SAF, seperti yang diproduksi saat ini, benar-benar seefektif itu dalam memerangi perubahan iklim.

Kontroversi SAF bukan hanya tentang apakah bahan bakar tersebut berkelanjutan tetapi juga tentang seluruh rantai pasok dan dampak lingkungan yang lebih luas dari bahan baku dan proses produksinya.

Beberapa SAF dapat dibuat dari tanaman. Kekhawatiran muncul bila lahan pertanian yang seharusnya digunakan untuk menanam makanan dialihkan untuk menanam tanaman energi untuk bahan bakar.

Deforestasi melepaskan sejumlah besar karbon yang tersimpan di pohon dan tanah yang dapat menghancurkan keanekaragaman hayati.

Ini menciptakan tantangan signifikan bagi upaya dekarbonisasi penerbangan dan mendorong perlunya solusi yang lebih efisien dan benar-benar berkelanjutan.

Baca juga: BRIN: Angka Cetane Bahan Bakar dari Limbah Plastik Lebih Tinggi dari Pertamina Dex

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Akademisi IPB Sebut Hutan Adat Bisa Tekan Emisi Gas Rumah Kaca dan Krisis Iklim
Akademisi IPB Sebut Hutan Adat Bisa Tekan Emisi Gas Rumah Kaca dan Krisis Iklim
Pemerintah
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau