Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kongo: Menambang Kobalt untuk Cuan dan Dunia, Musnahkan Rumah Sendiri

Kompas.com - 10/06/2025, 09:03 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Earth.Org

Fakta tersebut membuat adanya pergeseran pandangan yang drastis mengenai fungsi kobalt, dari yang bernilai positif kini dilihat sebagai sesuatu yang beracun dan merusak.

Proses penambangan kobalt menghasilkan limbah yang mengandung bahan kimia beracun. Sementara pembuangan limbah tidak dilakukan secara bertanggung jawab atau sesuai standar lingkungan yang ketat.

Baca juga: KLH Dalami Kerusakan Lingkungan akibat Aktivitas Tambang di Raja Ampat

Limbah beracun menghancurkan bentang alam melalui erosi, pembentukan danau limbah. Bahan kimia dari limbah juga dapat larut dan masuk ke sumber air sehingga berbahaya untuk diminum, pertanian atau kehidupan akuatik.

Konsentrasi kobalt yang tinggi di tanah atau air yang tercemar tidak hanya mencemari, tetapi secara langsung membunuh tanaman dan cacing.

Padahal cacing tanah adalah organisme penting dalam ekosistem tanah yang berfungsi meningkatkan kesuburan.

Sebuah penelitian yang mengumpulkan ikan dari danau Tshangalale, yang berdekatan dengan kota pertambangan, menemukan bahwa ikan tersebut terkontaminasi dengan kadar kobalt yang tinggi.

Kontaminasi ini mudah menyebar ke manusia melalui konsumsi ikan atau minum air danau.

Kontaminasi itu diklasifikasikan sebagai karsinogen yang 'mungkin', dan sebagai unsur radioaktif, sehingga dapat menimbulkan bahaya besar bagi kesehatan manusia.

Dampak lingkungan lebih lanjut dari penambangan kobalt di Kongo adalah udara berkabut di sekitar tambang, penuh debu dan pasir, dan beracun untuk dihirup.

Penelitian telah menunjukkan bahwa risiko cacat lahir, seperti kelainan anggota tubuh dan spina bifida, sangat meningkat ketika orang tua bekerja di tambang kobalt, yang terkait dengan tingkat polusi beracun yang tinggi yang disebabkan oleh ekstraksi kobalt.

Pencarian kobalt Kongo akhirnya telah menunjukkan bagaimana revolusi energi bersih yang dimaksudkan untuk menyelamatkan planet ini dari suhu yang memanas justru membawa kehancuran lingkungan, termasuk menjadi penyebab perbudakan modern, perdagangan manusia, dan pekerja anak.

Baca juga: KLH Dalami Kerusakan Lingkungan akibat Aktivitas Tambang di Raja Ampat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Pemerintah
Inggris Genjot Tenaga Angin Darat, Target 29 GW pada 2030
Inggris Genjot Tenaga Angin Darat, Target 29 GW pada 2030
Pemerintah
Perubahan Iklim Terlalu Cepat, Hutan Pun Sulit Beradaptasi
Perubahan Iklim Terlalu Cepat, Hutan Pun Sulit Beradaptasi
LSM/Figur
Waste Station dan Single Stream Recycling, Strategi Rekosistem Ajak Anak Muda Kelola Sampah
Waste Station dan Single Stream Recycling, Strategi Rekosistem Ajak Anak Muda Kelola Sampah
Swasta
Dari Leuser hingga Jakarta, Perempuan dan Komunitas Muda Jadi Garda Depan Lingkungan
Dari Leuser hingga Jakarta, Perempuan dan Komunitas Muda Jadi Garda Depan Lingkungan
LSM/Figur
FIF Kembangkan UMKM hingga Pensiunan lewat Pendanaan Tanpa Bunga
FIF Kembangkan UMKM hingga Pensiunan lewat Pendanaan Tanpa Bunga
Swasta
KG Media Kolaborasi dengan Unilever, Bikin Edukasi Lingkungan Lebih Atraktif
KG Media Kolaborasi dengan Unilever, Bikin Edukasi Lingkungan Lebih Atraktif
Swasta
Baru 370 dari 5000 Sekolah di Jakarta Tanamkan Pendidikan Lingkungan
Baru 370 dari 5000 Sekolah di Jakarta Tanamkan Pendidikan Lingkungan
Swasta
36 Atraktor Dipasang di Belitung Timur, Bantu Nelayan Dapat Cumi
36 Atraktor Dipasang di Belitung Timur, Bantu Nelayan Dapat Cumi
Swasta
KLH Akan Cabut Izin Lingkungan 9 Usaha Pemicu Longsor di Puncak
KLH Akan Cabut Izin Lingkungan 9 Usaha Pemicu Longsor di Puncak
Pemerintah
Banjir Masih Akan Hantui Indonesia, Lemahnya Monsun Australia Faktor Cuacanya
Banjir Masih Akan Hantui Indonesia, Lemahnya Monsun Australia Faktor Cuacanya
Pemerintah
KLH: Perusahaan Harus Ikut PROPER, Banyak yang Belum Patuh
KLH: Perusahaan Harus Ikut PROPER, Banyak yang Belum Patuh
Pemerintah
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
LSM/Figur
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
Pemerintah
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau