Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rikson Pandapotan Tampubolon
Dosen

Dosen; Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policies; Konsultan; Pengamat Kebijakan Publik

Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan

Kompas.com, 19 Juni 2025, 20:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ISU penjualan empat pulau kecil di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau (Kepri), melalui situs asing kembali mencuat dan mengguncang kesadaran kita sebagai bangsa maritim.

Dibalut dalam narasi “investasi”, praktik ini justru mengancam kedaulatan dan merusak masa depan ekologis kawasan pesisir.

Padahal, Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 secara tegas melarang aktivitas pertambangan dan komersialisasi penuh di pulau-pulau kecil.

Namun, mengapa praktik-praktik yang menyerempet wilayah abu-abu hukum ini terus berulang?

Kepri: Provinsi maritim strategis yang terabaikan

Kepulauan Riau adalah salah satu provinsi paling strategis di Indonesia: 96 persen wilayahnya adalah laut, dan memiliki lebih dari 2.400 pulau.

Letaknya sangat dekat dengan jalur perdagangan internasional Selat Malaka, serta bertetangga langsung dengan Singapura dan Malaysia.

Baca juga: 4 Pulau Anambas Diiklankan di Situs Asing: Begini Kronologi Dugaan Penjualannya

Kepri bukan hanya etalase maritim Indonesia, tetapi juga gerbang utama bagi wisatawan mancanegara—terutama melalui Kota Batam, yang menempati posisi ketiga pintu masuk turis setelah Bali dan Jakarta (BPS Kepri, 2023).

Namun, hingga hari ini, potensi itu belum sepenuhnya terkelola. Infrastruktur dasar antarpulau masih minim. Aksesibilitas rendah.

Dan yang lebih mengkhawatirkan, orientasi pembangunan masih berkutat pada ekstraksi sumber daya—pasir, bauksit, dan lainnya—alih-alih konservasi dan wisata berkelanjutan.

Kasus terbaru di Anambas menggambarkan kegamangan tersebut. Empat pulau—Pulau Rintan, Tekongsendok, Lakok, dan Mala—disebut-sebut dipasarkan lewat situs luar negeri sebagai “pulau pribadi”.

Padahal, Perda Kabupaten Anambas No. 3 Tahun 2024 telah menetapkan pulau-pulau tersebut sebagai kawasan pariwisata.

Pemerintah pusat memang telah menegaskan bahwa tidak ada regulasi di Indonesia yang membenarkan penjualan pulau. Namun, kenyataan bahwa pulau-pulau itu masih terpampang dalam laman digital asing adalah sinyal lemahnya pengawasan dan koordinasi.

Mendorong pariwisata berbasis komunitas

Di tengah polemik ini, solusi yang inklusif dan berkelanjutan sebenarnya ada: Pariwisata berbasis komunitas (Community Based Tourism - CBT).

Ini bukan hanya tentang membuka akses pariwisata bagi investor besar, melainkan memberi ruang bagi warga lokal untuk berperan aktif sebagai pelaku utama—sebagai pemandu wisata, pengelola homestay, pelaku UMKM, hingga penjaga ekosistem.

Dengan pendekatan ini, manfaat ekonomi tidak menetes ke bawah secara samar, melainkan tersebar secara adil. Rasa kepemilikan warga terhadap pulau pun akan meningkat, menjadikan mereka mitra aktif dalam menjaga lingkungan.

Baca juga: Berkaca dari Polemik 4 Pulau Aceh: Presiden (Lagi) Pahlawannya?

Studi KKP–UNDP (2022) menaksir potensi ekonomi biru Kepri—berbasis pariwisata, perikanan budidaya, dan konservasi—mencapai Rp 6 triliun–Rp 8 triliun per tahun. Angka ini jauh melampaui kontribusi tambang pasir atau bauksit yang merusak lanskap.

Namun, upaya ini akan sia-sia jika prinsip-prinsip dasar pembangunan pesisir terus diabaikan.

Menurut regulasi yang berlaku, 30 persen lahan pulau wajib menjadi milik negara untuk ruang publik dan lindung, serta 70 persen lainnya harus berupa ruang terbuka hijau. Sayangnya, aturan ini sering diakali atau diabaikan.

Transformasi pembangunan Kepri membutuhkan arah yang jelas: dari ekstraktif menjadi regeneratif.

Kita (mungkin) tidak butuh lagi tambang pasir. Kita butuh pelabuhan antarwilayah yang terintegrasi, konektivitas laut yang kuat, serta digitalisasi informasi wisata. Investasi seharusnya mendorong kualitas hidup warga, bukan menjual Tanah Air kita.

Pemerintah pusat tak boleh berpangku tangan. Bila serius ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Kepri adalah titik awalnya. Namun, itu hanya akan terwujud jika disertai keberanian politik, dukungan anggaran, dan pelibatan warga secara aktif dan setara.

Baca juga: Raja Ampat dan Kutukan Sumber Daya

Sebagaimana dikatakan Mohammad Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, “Koperasi adalah usaha bersama untuk kesejahteraan bersama.”

Maka pengelolaan pulau-pulau kecil juga harus mencerminkan semangat kolektif tersebut, bukan semata-mata keuntungan investor.

Pulau bukan hanya soal komoditas. Mereka adalah rumah bagi ekosistem laut, benteng kedaulatan, dan masa depan serta tempat generasi mendatang akan tumbuh. Menjaga mereka bukan hanya soal hukum, tapi juga martabat kita sebagai bangsa bahari yang berkelanjutan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau