Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andi Muttaqien
Direktur Eksekutif Satya Bumi

Andi Muttaqien adalah Direktur Eksekutif Satya Bumi. Andi adalah aktivis sekaligus advokat yang memiliki minat di bidang Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup. Dalam sepuluh tahun terakhir, ia aktif melakukan banyak advokasi kebijakan terkait bisnis dan hak asasi manusia, tata kelola perkebunan kelapa sawit, tata kelola mineral penting, lingkungan hidup, dan perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup, serta melakukan aktivisme yudisial dalam beberapa kasus strategis. Satya Bumi merupakan lembaga yang hadir untuk berkampanye dan memberikan advokasi lingkungan hidup dan HAM yang menjangkau para pengambil kebijakan dan pelaku industri sehingga menciptakan transformasi yang mendorong pemerintah dan sektor swasta mengambil peran aktif dan menjalankan komitmen perlindungan lingkungan dalam mengatasi perubahan iklim, khususnya bagi kelompok-kelompok penting dan rentan seperti perempuan dan masyarakat adat.

Kabaena: Ironi Transisi Energi di Pulau Kecil

Kompas.com, 4 Juli 2025, 15:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Maret 2025 lalu, Satya Bumi melakukan investigasi lapangan di Kecamatan Talaga Raya, Kabupaten Buton Tengah—titik awal operasi nikel di Kabaena.

Dari empat desa (Liwulompona, Wulu, Kokoe, Talaga Besar), kami mewawancarai 62 responden dari berbagai latar belakang. Dari 25 warga pemilik kebun, 22 mengaku lahannya diserobot.

Talaga Besar menjadi episentrum konflik: produktivitas kebun menurun akibat logam tambang yang bertaburan ke udara, dan warga akhirnya menjual lahan karena merasa tak punya pilihan.

Baca juga: Penyangkal Perubahan Iklim Terus Merongrong

Namun soal kompensasi, hanya 30,6 persen warga yang menerima sebagian ganti rugi. Selebihnya tidak menerima apa pun, bahkan yang tidak berada di dalam konsesi pun turut terdampak. Ini menunjukkan lemahnya verifikasi klaim dan ketimpangan yang memperdalam ketidakadilan.

Konflik lahan terus berulang. Sejak salah satu perusahaan beroperasi pada 2007 sebanyak, 245 kepala keluarga terdampak.

Dari total itu, 114 pemilik lahan mengalami kerugian langsung dan 131 petani rumput laut kehilangan pendapatan akibat pencemaran.

Meski sempat ada pembayaran ganti rugi sebagian pada 2012–2013, sejak 2014 sisa Rp 4,6 miliar tak kunjung dibayar.

Data satelit memperkuat temuan ini. Wilayah konsesi perusahaan tersebut terdeteksi mengalami peringatan deforestasi 506,55 hektar.

Deforestasi satu perusahaan lain seluas 194,51 hektar. Bahkan perusahaan tersebut membangun jalan hauling sejak 2007—tiga tahun sebelum izin resmi keluar, melanggar Pasal 36 ayat (2) UU Minerba.

Perusahaan ketiga kembali aktif melakukan ekspansi sejak April 2025 dan mencatat deforestasi tertinggi: 641,29 hektar di wilayah Bombana.

Total peringatan deforestasi tiga perusahaan mencapai 1.342 hektar, sebagian tumpang tindih dengan hutan lindung dan produksi seluas 3.672 hektar.

Banyak yang mengatakan tambang membawa manfaat ekonomi. Namun survei kami di Desa Kokoe dan Wulu menunjukkan bahwa 69,4 persen warga justru mengalami penurunan pendapatan.

Laut yang tercemar membuat nelayan melaut lebih jauh dengan hasil nihil. Produksi rumput laut anjlok, harga jual menurun drastis dari Rp 30.000 ke Rp 3.000 – Rp 7.000 per kilogram.

Dampak terhadap kesehatan juga mengkhawatirkan. Sebanyak 43,5 persen responden menyatakan mengalami gangguan pernapasan dan penyakit kulit, terutama di desa-desa yang berdekatan dengan tambang.

Baca juga: Moratorium Tambang Nikel di Raja Ampat

Meski demikian, ironisnya 56,5 persen responden menyatakan tidak terdampak atau tidak tahu—indikasi bahwa gejala kesehatan belum dikenali secara klinis, dan telah dianggap “biasa”.

Kasus nelayan Yayan dari Desa Kokoe memperkuat fakta ini. Sejak laut tercemar, ia harus melaut 4–5 km dari sebelumnya 1–2 km, dan mengalami gatal-gatal kronis. Petani Sumaryanto dari Talaga Besar pun mengalami iritasi saat memanen rumput laut.

Sedimentasi tambang bahkan mengganggu jalur migrasi Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) dan mengancam satu-satunya habitat Monyet Ekor Panjang liar (Macaca fascicularis) di Sulawesi.

Yang paling menyakitkan: negara hanya hadir saat masyarakat melawan. Polisi dikerahkan untuk menjaga alat berat, bukan untuk melindungi warga.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau