Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekeringan Ancam Dunia, Kerugian Ekonomi dan Kemanusiaan Meningkat

Kompas.com - 05/07/2025, 09:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Edie

KOMPAS.com - Analisis terbaru dari PBB mengungkap, dalam dua tahun terakhir, telah terjadi beberapa kekeringan terparah dalam sejarah.

Peristiwa tersebut bahkan kemungkinan besar bisa menjadi lebih parah dan intens akibat perubahan iklim.

Selain itu, analisis mencatat bahwa dampak finansial kekeringan itu sangat besar.

Biaya ekonomi satu episode kekeringan saat ini setidaknya dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2000, dan bisa berlipat ganda lagi pada tahun 2035.

"Kekeringan yang terjadi antara 2023 hingga 2025 ini jauh lebih serius daripada musim kemarau. Ini adalah bencana global yang bergerak lambat, yang terburuk yang pernah saya lihat," ungkap Penulis laporan dan direktur Pusat Mitigasi Kekeringan Nasional AS, Dr. Mark Svoboda, dikutip dari Edie, Jumat (4/7/2025).

Baca juga: Panas dan Kekeringan Rusak Hasil Panen Global

Kekeringan sudah menjadi masalah yang terjadi saat ini dan berdampak langsung pada jutaan orang di berbagai benua mulai dari Eropa, Afrika, hingga Asia.

Apalagi tahun 2023-2024 menjadi tantangan tersendiri karena fenomena El Niño memperkuat dampak perubahan iklim yang sudah parah, memicu kondisi kering di seluruh zona pertanian dan ekologi utama.

Dengan menggunakan data dari pemerintah, sumber lokal serta ilmuwan, laporan juga memperjelas bahwa situasi kekeringan ini makin memburuk secara global.

Ada fokus khusus pada 12 titik panas kekeringan, yaitu di Afrika, Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Mediterania, yang meliputi Spanyol, Maroko, dan Turki di wilayah terakhir.

Pariwisata dan pertanian di ketiga negara yang disebutkan terakhir bahkan telah terdampak signifikan oleh kekeringan sejak tahun 2023. Pasokan air yang rendah juga berdampak pada berbagai industri mulai dari pembangkitan energi hingga manufaktur, dan mengakibatkan penjatahan air minum.

Pada titik itu, tingkat pengangguran nasional melebihi 13 persen karena kerugian di bidang pertanian.

Di Maroko, permintaan air melampaui pasokan hingga 57 persen pada bulan Januari 2024, setelah enam bulan berturut-turut mengalami kekeringan.

Pemerintah nasional beralih ke desalinasi untuk menambah pasokan air yang menipis, sebuah opsi yang boros energi yang meningkatkan biaya dan emisi gas rumah kaca.

Baca juga: Pemanasan Global Bisa Ubah Pola Hujan, Timbulkan Kekeringan dan Banjir

Di Turki, sebagian besar wilayah lahan berisiko mengalami penggurunan.

Tiga provinsi di Turki mengalami tingkat curah hujan setidaknya 40 persen di bawah rata-rata jangka panjang pada tahun 2023, yang menyebabkan penurunan produksi beras.

Sedangkan di Spanyol, tingkat kelembapan tanah tetap rendah dan kekurangan air meningkat pada tahun 2023 dan berlanjut hingga tahun 2024. Pembatasan air diberlakukan di Catalonia pada bulan Februari 2023, yang berdampak pada enam juta orang.

Pada bulan April, beberapa desa benar-benar kering dan harus bergantung pada air yang diangkut dengan truk.

Jumlah rata-rata air yang tersedia di Spanyol menurun sebesar 12 persen antara tahun 1980 dan 2023, dengan prediksi penurunan lebih lanjut sebesar 14-20 persen pada tahun 2050.

"Perjuangan yang dialami Spanyol, Maroko, dan Turki untuk mengamankan air, makanan, dan energi di tengah kekeringan yang terus-menerus memberikan gambaran masa depan air di tengah pemanasan global yang tak terkendali," ungkap Dr Svoboda.

Baca juga: Australia Gelontorkan Pendanaan Iklim di Sektor EBT hingga Transportasi RI

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau