Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 22 Mei 2024, 14:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mendorong percepatan penggunaan bus listrik sebagai transportasi publik di perkotaan, sebagai upaya mengurangi kemacetan dan polusi udara.

“Kementerian Perhubungan selalu memprioritaskan pengadopsian transportasi yang rendah emisi dan peningkatan kualitas udara,” ujar Budi dalam acara Sustainable E-Mobility Event: Upscaling Bus Electrification Nationwide di Jakarta, Selasa (21/5/2024). 

Ia menjelaskan, pengguna kendaraan pribadi di Indonesia masih tinggi dibanding pengguna transportasi umum, terutama yang berbasis bahan bakar fosil.

Baca juga: Elon Musk Disebut Pertimbangkan Investasi Baterai Kendaraan Listrik di RI

Oleh karena itu, saat ini emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi salah satu masalah serius. Sehingga, perlu adanya peningkatan pengembangan angkutan umum berbasis listrik, agar Indonesia bisa menyusul negara-negara yang sudah berhasil. 

"Karena itu, kami mendorong percepatan elektrifikasi transportasi publik, yakni penggunaan bus listrik untuk kawasan perkotaan," imbuhnya. 

Pemerintah pusat serius mengembangkan kendaraan listrik, salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Prepres) Nomor 79 Tahun 2023 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Dari sana, Kementerian Perhubungan sedang menyusun Peta Jalan Implementasi E-Mobility untuk program transportasi massal berbasis bus rapid transit (BRT) di Indonesia.

Salah satu upayanya melakukan peluncuran angkutan perkotaan dengan skema pembelian layanan (buy the service/BTS) menggunakan armada listrik di dua kota, yaitu Bandung sebanyak 8 bus dan Surabaya 14 bus.

Program lainnya adalah angkutan umum di dua kota, yaitu Medan dan Bandung, yang implementasinya akan menggunakan bus listrik.

Tantangan transportasi publik berbasis listrik

Namun, Budi menjelaskan, masih ada sejumlah tantangan dalam pengembangan angkutan umum berbasis listrik di Indonesia.

Antara lain, kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam penyelenggaraan transportasi publik, serta belum optimalnya sarana dan prasarana terkait armada bus listrik, seperti fasilitas charging station.

Baca juga: Uni Eropa Sahkan Aturan Pangkas 90 Persen Emisi Kendaraan Berat

“Pemerintah Pusat sudah berusaha untuk mengadakan kendaraan listik. Hanya saja, dukungan Pemda saya rasa belum optimal. Pemerintah Pusat dan Pemda punya tanggung jawab yang sama untuk menyelenggarakan angkutan publik yang ramah lingkungan,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia juga mengakui endaraan listrik membutuhkan biaya yang tak sedikit. Sebab, harga kendaraan listrik bisa dua kali lipat lebih mahal dibanding kendaraan berbahan bakar fosil.

“Menurut saya, salah satu komponen yang perlu diperhatikan dalam kendaraan listrik adalah baterai. Karena itu, saya berharap Institute for Transportation and Development (ITDP) atau pihak-pihak lain yang berkepentingan bisa melakukan riset bagaimana cara mendapatkan baterai dengan harga yang terjangkau,” papar Menhub Budi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Pemerintah
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Melawan Korupsi Transisi Energi
Melawan Korupsi Transisi Energi
Pemerintah
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
Pemerintah
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
LSM/Figur
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Swasta
Cegah Greenwashing, OJK Perketat Standar Pengkungkapan Keberlanjutan Perusahaan
Cegah Greenwashing, OJK Perketat Standar Pengkungkapan Keberlanjutan Perusahaan
Pemerintah
Menteri LH Hentikan Operasional Tambang Imbas Banjir Sumatera Barat
Menteri LH Hentikan Operasional Tambang Imbas Banjir Sumatera Barat
Pemerintah
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau