JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Mahawan Karuniasa, menilai pembangunan fasilitas pariwisata di Pulau Padar, Nusa Tenggara Timur, harus berkontribusi terhadap konservasi.
Pasalnya, rencana didirikannya bangunan di pulau kecil itu berisiko merusak ekosistem darat maupun laut. Di perairannya, hidup satwa dilindungi seperti pari manta, hiu, paus, hingga penyu.
"Kalau konsep konservasi itu maka pembangunan vila ini harus dalam konteks resor atau destinasi konservasi. Sehingga uang yang masuk di situ punya proporsi yang cukup untuk turut mendanai konservasi di sana," ungkap Mahawan saat dihubungi, Kamis (7/8/2025).
Di sisi lain, dia mengaku tak mengetahui secara pasti seberapa besar daya dukung Pulau Padar jika dibangun ratusan properti seperti yang direncanakan. Namun, Mahawan meyakini daya dukung pulau relatif lebih kecil.
Baca juga: Ahli Peringatkan, Pembangunan Pulau Padar Picu Erosi dan Ancam Komodo
"Termasuk kalau misalnya ada komodo berarti jumlah makanannya jadi terbatas di sana, itu adalah yang dimaksudkan contoh daya dukung. Oleh karena itu daya dukung di segi pulau kecil pasti relatif lebih sensitif, lebih terbatas dibanding pulau yang lebih besar," tutur dia.
Artinya, konsep pembangunan perlu berbasis destinasi berkelanjutan, menjaga kelestarian, serta mendukung konservasi di darat maupun ekosistem laut. Lainnya, skala pembangunan tak lebih dari 3 persen total lahan Padar.
Mahawan menegaskan, pembatasan area bangunan perlu dilakukan agar tidak menekan flora dan fauna sekitar.
"Jadi ini rencana jangka panjangnya harus dibatasi skala pembangunan. Kalau melihat ukurannya pandangan saya, sekarang itu tidak bisa lebih dari yang direncanakan sekarang," jelas Mahawan.
"Terkait pengaturan spasialnya, nah itu kan harus ada semacam wilayah buffer. Sehingga berjaga jarak antara aktivitas manusia di destinasi itu dengan komodo," imbuh dia.
Pengelola juga harus memikirkan penggunaan energi bersih untuk listrik, dan pengelolaan sampah. Makin banyak pengunjung yang datang, maka makin banyak tumpukan sampah dan limbah cair.
"Pengolahan sampah dan limbah itu harus ketat, apalagi pulau kecil sensitif, tidak boleh sama sekali limbah dan sampah itu menekan ekosistem di situ. Setidaknya dibawa keluar dari tempat itu kalau masih ada sisanya dibawa keluar ke luar," ucap Mahawan.
Baca juga: Pulau Padar Diperketat, Vila Tetap Dibangun dengan Skema Ekowisata
Di samping itu, dia mewanti-wanti agar vila yang terbangun tidak mengganggu roda perekonomian masyarakat yang terbiasa mengangkut turis menggunakan pinisi.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, mengatakan ratusan vila bakal dibangun PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) di Pulau Padar.
Perusahaan telah memegang izin usaha sarana pariwisata alam sejak 2014 melalui SK Menteri Kehutanan Nomor SK.796/Menhut-II/2014.
"Saya akan memastikan bahwa pembangunan Pulau Padar itu bagian dari konservasi, dan memang di Undang-Undangnya dibolehkan untuk ada namanya ekoturisme yang berbasis ekologi," kata Raja Juli di kantornya, Jakarta Pusat.
Dia menyampaikan pembangunan harus mengutamakan kelestarian, sehingga tidak merusak habitat komodo di Pulau Padar. Terkait rencana ini, Kemenhut mengacu pada Environmental Impact Assessment (EIA) sesuai standar World Heritage Centre (WHC) dan International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Dokumen EIA disusun oleh tim ahli lintas disiplin, dan telah dikonsultasikan secara terbuka bersama pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, hingga akademisi dalam forum konsultasi publik di Labuan Bajo pada 23 Juli 2025.
Baca juga: Menhut: Saya Akan Pastikan Pembangunan Pulau Padar Bagian dari Konservasi
"Jadi ada 600 vila, bahkan hanya boleh maksimum 10 persen dari konsesi yang diberikan. Yang kedua tidak boleh bangunan beton jadi harus knockdown yang bisa dipindahkan kapan pun kalau seandainya itu dianggap mengganggu," ujar dia.
Fasilitas akan dibangun di atas lahan seluas 15,375 hektare (ha) atau 5,64 persen dari 274,13 ha total perizinan berusaha di Pulau Padar. Setidaknya ada lima tahap dan tujuh blok lokasi pembangunan.
Sementara ini, Kemenhut masih meninjau dan meminta izin kepada Unesco terkait pembangunan fasilitas pariwisata di Pulau Padar.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya