Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emisi Karbon Hitam di Negara Berkembang Lebih Tinggi dari Perkiraan

Kompas.com, 13 Agustus 2025, 21:17 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Para peneliti dari McKelvey School of Engineering di Washington University menemukan konsentrasi karbon hitam di udara wilayah negara berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin atau sering disebut Global Selatan jumlahnya jauh lebih besar dari perkiraan.

Karbon hitam sendiri merupakan jelaga hasil sampingan dari pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna dan telah menjadi kontributor utama perubahan iklim serta berdampak pada kesehatan manusia.

Temuan tersebut didapat setelah peneliti menggunakan pemodelan untuk mengukur konsentrasi karbon hitam di udara wilayah Global Selatan.

Melansir Phys, Selasa (5/8/2025) dalam studinya, peneliti memusatkan perhatian pada konsentrasi karbon hitam di wilayah global selatan di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Karibia.

Peneliti kemudian menemukan bahwa konsentrasi karbon hitam di wilayah berpenghasilan rendah dan menengah di seluruh global selatan yang tercatat atau diperkirakan selama ini 38 persen lebih rendah dari jumlah emisi yang benar-benar ada di lapangan.

Baca juga: RI Usulkan Pendanaan Iklim Rp 1,4 T ke GCF untuk Pangkas Emisi

Sederhananya, jika perkiraan awal adalah 100 unit emisi, maka jumlah emisi sebenarnya adalah 138 unit.

Sehingga dengan kata lain, jumlah karbon hitam yang dilepaskan ke udara di wilayah tersebut lebih banyak dan lebih serius daripada yang selama ini diasumsikan atau dicatat dalam data.

Tim peneliti melakukan simulasi dengan data dari Community Emissions Data System, Emissions Database for Global Atmospheric Research, dan Task Force on Hemispheric Transport of Air Pollution.

Dengan menggunakan model komposisi atmosfer open-source bernama GEOS-Chem, mereka bisa menghubungkan emisi global dengan pengukuran lokal secara lebih baik.

Namun, mengukur karbon hitam tidak semudah kedengarannya. Itu karena berbagai wilayah di daerah tersebut menggunakan bahan bakar berbeda yang berkontribusi pada karbon hitam, sehingga sulit untuk melakukan perbandingan yang setara.

"Di daerah tersebut, ada berbagai kegiatan pembakaran, misalnya pembakaran kayu dan arang untuk memasak dan pemanas rumah tangga," kata Yuxuan Ren, mahasiswa doktoral dan salah satu peneliti studi.

"Biasanya, penyusun data emisi akan menjumlahkan total bahan bakar dari semua sumber ini untuk memperkirakan emisi karbon hitam. Karena sulitnya membandingkan data dari berbagai wilayah, memperkirakan emisi dari sumber yang tersebar dan tidak efisien ini menjadi tantangan dan berpotensi memicu bias. Kami menduga inilah penyebab utama perkiraan karbon hitam yang terlalu rendah," terangnya.

Lebih lanjut, wilayah dengan perkiraan emisi yang paling rendah ditemukan di Dhaka, Bangladesh (berasal dari pembakaran limbah pertanian, sisa tanaman, kayu bakar, kotoran sapi, dan tungku bata).

Baca juga: BNPB Ingatkan Mahalnya Biaya Akibat Abaikan Risiko Perubahan Iklim

Wilayah berikutnya adalah Addis Ababa, Ethiopia (berasal dari kendaraan berat diesel dan kayu bakar) Ilorin, Nigeria (infrastruktur minyak dan gas yang tidak teratur), Kota Meksiko, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab dan juga Bujumbura, Burundi ( berasal ketergantungan pada generator diesel dan minyak tanah) serta Kanpur, India.

Selain itu perkiraan emisi karbon hitam yang dua hingga empat kali lebih rendah dari jumlah sebenarnya menunjukkan bahwa efek radiasi dan dampak kesehatan dari karbon hitam mungkin lebih besar juga dari yang diperkirakan sebelumnya.

Ini menyoroti pentingnya upaya mitigasi karbon yang berkelanjutan sehingga memberikan manfaat bagi iklim dan kesehatan.

Hasil penelitian ini pun menuntut perhatian baru untuk mengkarakterisasi karbon hitam berbahaya di udara pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di wilayah Global South.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau