JAKARTA, KOMPAS.com - Populasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Sumatera makin mengkhawatirkan lantaran habitat yang hilang akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat ada 1.100 gajah yang hidup di 22 lanskap Sumatera.
Dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Abdul Haris Mustari, menyebutkan bahwa Sumatera salah satu wilayah dengan frekuensi kebakaran tertinggi di Indonesia. Sebab, banyaknya aktivitas pembukaan lahan memicu hotspot atau titik panas di kawasan tersebut.
Baca juga: Jatuh Sakit Usai Terpisah dari Induk, Anak Gajah Yuni Akhirnya Tutup Usia
"Kaitannya adalah membunuh gajah secara langsung. Hutan terbakar lalu gajahnya mati. Kedua, secara tidak langsung karena habitatnya terbakar maka makanannya berkurang, akhirnya gajah kekurangan makan lama-lama mati," ungkap Abdul saat dihubungi, Selasa (12/8/2025).
Selain itu, karhutla mengganggu reproduksi induk gajah yang kekurangan nutrisi karena hilangnya habitat. Abdul menyebut, insiden kebakaran hutan dan lahan turut memengaruhi rantai makanan di hutan.
"Kebakaran hutan semakin ke sini semakin tinggi intensitas dan frekuensinya, dan parahnya pemerintah termasuk kita sebagai masyarakat bereaksi ketika terjadi kebakaran hutan, tetapi tidak ada preventif," ujar dia.
Seharusnya, pemerintah melakukan pencegahan sejak dini. Terlebih, wilayah Indonesia pasti dilanda kebakaran hutan dan lahan setiap tahunnya. Pada Januari-Juli 2025, luas karhutla mencapai 8.594 hektare (ha). Karhutla di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 1.424 ha.
Kemudian disusul Kalimantan Barat 1.149 ha, Riau 751 ha, Nusa Tenggara Barat 662 ha, Sumatera Barat seluas 511 ha, Sulawesi Selatan 474 ha, Maluku 421 ha, Aceh 354 ha, Kalimantan Timur 331 ha, Sumatera Utara 309 ha, serta Sulawesi Tengah 302 ha.
Baca juga: Hari Gajah Sedunia, Ahli Ingatkan Pentingnya Koeksistensi dengan Satwa
Abdul memerinci, gajah memiliki empat peran untuk alam. Pertama, gajah merupakan spesies kunci atau key species. Abdul menjelaskan, gajah berperan penting di dalam ekosistem terutama untuk regenerasi hutan.
"Karena gajah makan buah, lalu membuang kotoran, dan menyebabkan tumbuhan di hutan tumbuh dengan baik. Karena tumbuhan banyak yang disebarkan oleh gajah, dan berperan untuk satwa lain," kata Abdul.
Oleh sebab itu, banyak spesies lain yang bergantung pada gajah. Ia menyebutkan, gajah menjadi spesies payung atau umbrella species dengan luasnya wilayah jelajah kelompok. Perlindungan terhadap gajah artinya turut melindungi satwa lain di habitat asli.
"Dengan melindungi gajah, habitat dan populasinya, berarti kita secara langsung dan tidak langsung melindungi habitat dan populasi spesies lain. Dengan melindungi gajah, seluruh spesies yang ada di Sumatera terlindungi," ucap dia.
Ketiga, gajah juga disebut sebagai flagship species atau spesies bendera. Abdul menjelaskan, peran ini berkaitan dengan ikatan emosional manusia dan gajah.
Baca juga: Bagaimana Krisis Iklim Bikin Gajah dan Manusia Bertengkar? Ahli Jelaskan
"Karena itu apabila ada gajah yang mati misalnya, dijerat atau diburu pasti masyarakat langsung bereaksi. Bereaksi dalam hal ini membela gajah, dan menyalahkan orang yang membunuhnya," sebut Abdul.
Terakhir, gajah berperan sebagai milestone species atau spesies penanda. Ia msnuturkan, satwa dilindungi ini menunjukkan bahwa Pulau Kalimantan dan Sumatera sempat menjadi satu daratan sebelum akhirnya terpisah lautan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya