Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Menjaga Hutan, Menggerakkan Ekonomi

Kompas.com, 21 Agustus 2025, 16:06 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENDEKATAN agroforestri memungkinkan lahan terdegradasi dipulihkan agar kembali produktif, sehingga bukan hanya mencegah deforestasi, tetapi juga memperkuat sumber penghidupan masyarakat sekitar hutan.

Mengelola kawasan hutan melalui perhutanan sosial juga jembatan nyata antara pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi rakyat.

Program yang sejak awal digagas pemerintah ini memberi akses legal kepada masyarakat untuk mengelola kawasan hutan secara lestari.

Hingga semester pertama 2025, lebih dari 8,3 juta hektar hutan telah diberikan izin kelola yang melibatkan 1,4 juta keluarga di hampir seluruh provinsi dengan 14.000-an Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) aktif.

Dampak ekonominya makin nyata, ditandai nilai transaksi petani hutan pada triwulan II 2025 yang mencapai Rp 1,57 triliun, naik 32 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Komoditas perkebunan seperti kopi, kakao, dan karet kini dibudidayakan berdampingan dengan tegakan pohon tanpa merusak hutan. Bahkan sebagian produk, seperti kopi Sarongge, sudah berhasil menembus pasar ekspor.

Baca juga: Menembus Pasar Premium Organik

Dalam kegiatan di Desa Selojari, Grobogan, Jawa Tengah, pada 10 Juli 2025, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menilai perhutanan sosial menyimpan potensi besar yang belum digarap optimal sehingga sinergi lintas sektor dan advokasi kebijakan publik menjadi sangat krusial.

Lebih dari sekadar angka, perkembangan ini membuktikan perhutanan sosial mampu melahirkan hutan yang lestari sekaligus menghadirkan kesejahteraan baru bagi rakyat.

Komoditas unggulan lewat Agroforestri

Keberhasilan perhutanan sosial sangat dipengaruhi oleh jenis komoditas yang dikelola di dalam hutan. Komoditas perkebunan unggulan Indonesia seperti kopi, kakao, karet, pala, hingga kelapa pada dasarnya dapat disinergikan dengan konsep agroforestri.

Desa Sarongge di Cianjur, Jawa Barat, misalnya, menjadi contoh sukses kopi agroforestri. Kopi Sarongge yang tumbuh di hutan rakyat perhutanan sosial kini menembus pasar ekspor Jerman dan Korea Selatan.

Kesuksesan ini memberi bukti kuat bahwa produk lokal berbasis hutan bisa memiliki daya saing tinggi di pasar global.

Tidak heran bila pemerintah menjadikan model Sarongge sebagai inspirasi bagi daerah lain, yaitu menjaga tegakan pohon sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

Kakao juga memiliki potensi besar dalam skema perhutanan sosial. Sebagai salah satu produsen kakao terbesar dunia, Indonesia menghadapi tantangan degradasi lahan dan menurunnya produktivitas.

Melalui pendekatan agroforestri kakao yang menggabungkan tanaman kakao dengan pohon peneduh, tanaman buah, atau pohon kayu, petani mampu memperbaiki kondisi lahan.

Sistem ini menambah bahan organik, mengurangi erosi, meningkatkan retensi air, sekaligus memperkaya keanekaragaman hayati.

Manfaatnya berlapis, di mana tanah tetap subur, hasil kakao terjaga, sementara tanaman sela seperti pisang, jagung, atau jahe memberi tambahan pendapatan dan mendukung ketahanan pangan keluarga petani.

Baca juga: Liberika dan Excelsa: Jejak Eksotisme Kopi Nusantara

Hal serupa berlaku pada karet. Jika dikelola secara monokultur, kebun karet rentan memiskinkan tanah dan mempercepat erosi.

Namun, dalam pola agroforestri, karet yang ditanam bersama tanaman lain terbukti berperan besar dalam konservasi tanah, air, dan keanekaragaman hayati.

Penelitian menunjukkan agroforestri karet lebih unggul dibanding monokultur, baik dalam meningkatkan cadangan karbon, mengurangi emisi gas rumah kaca, maupun menjaga habitat satwa.

Selain itu, pendapatan petani lebih terjamin berkat diversifikasi hasil. Model ini dapat diterapkan di kawasan hutan lindung maupun produksi, sehingga karet tidak hanya berfungsi sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga bagian dari upaya menjaga kelestarian hutan.

Pala dan kelapa turut memperkaya perhutanan sosial. Di Maluku, pala tumbuh subur dalam pola agroforestri di Pulau Banda dan Seram, menjaga ekosistem sekaligus melestarikan warisan budaya.

Dua kali panen pala dalam setahun mampu memberi pendapatan puluhan juta rupiah, ditambah nilai tambah dari pengolahan biji dan fuli untuk ekspor.

Sementara itu, pohon kelapa meski umumnya tumbuh di pinggir hutan atau kawasan perhutanan sosial, sering dipadukan dengan pinang, cengkeh, atau jati.

Bersama kopi, kakao, dan karet, komoditas ini termasuk dalam 10 besar ekspor perkebunan unggulan Indonesia.

Dengan budidaya yang lebih lestari, komoditas tersebut bukan menjadi penyebab deforestasi, melainkan justru “sahabat hutan”.

Sinergi pemangku kepentingan

Pemerintah pusat kini serius menggaungkan perhutanan sosial sebagai strategi besar ketahanan pangan sekaligus swasembada nasional.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menekankan bahwa perhutanan sosial adalah potensi nyata yang selama ini belum dimanfaatkan maksimal.

Melalui kolaborasi lintas sektor seperti Kementerian LHK, Kementan, Polri, DPR, hingga pemerintah daerah, berbagai kegiatan nyata dilakukan, salah satunya penanaman jagung serentak di kawasan hutan sosial.

Baca juga: Mengelola Dinamika Pasar dan Industri Kelapa Bulat

Pemerintah bahkan memproyeksikan jutaan hektar perhutanan sosial sebagai cadangan pangan strategis, mulai dari padi gogo, jagung, hingga umbi, melalui pola agroforestri yang ramah lingkungan.

Komitmen ini ditegaskan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto yang menginstruksikan sektor kehutanan mendukung swasembada pangan demi kedaulatan bangsa.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah mengidentifikasi 1,1 juta hektar hutan terdegradasi untuk ditanami pangan lokal secara legal.

Target awal pada 2025 saja sudah mencakup 111.000 hektar lahan sosial dan 30.000 hektar di hutan produksi Perhutani.

Data Kementerian LHK mencatat hingga 2024 luas pengelolaan perhutanan sosial mencapai 8,01 juta hektar, dan angka ini diproyeksikan terus meningkat sejalan dengan agenda pembangunan desa dan pangan nasional.

Lebih dari sekadar ketahanan pangan, perhutanan sosial sejalan dengan strategi pemerataan ekonomi nasional.

Selama lebih dari tiga dekade, kebijakan ini telah memberikan akses kelola hutan kepada masyarakat sekaligus mendorong lahirnya unit usaha perhutanan sosial (KUPS) berbasis hasil hutan kayu, nonkayu, hingga jasa lingkungan.

Artinya, hutan tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelindung iklim dan air, tetapi juga sebagai sumber penghidupan.

Hasil hutan kini dapat dikomersialkan secara legal, pendapatan warga meningkat, dan kemitraan produktif ini terbukti mampu menekan deforestasi sekaligus memperkuat ketahanan pangan masyarakat.

Manfaat lain dari perhutanan sosial adalah terciptanya lapangan kerja hijau (green jobs) di desa. Kelompok tani hutan (KTH) mulai mengembangkan keterampilan baru, mulai dari teknologi pengolahan kopi, pemuliaan bibit kakao unggul, hingga konservasi lingkungan.

Produk yang dihasilkan didorong naik kelas melalui program sertifikasi, pendampingan, dan dukungan CSR perusahaan.

Di Situbondo, misalnya, komunitas kopi arboretum berhasil memetakan keragaman kopi lokal di tengah hutan dan mengembangkannya menjadi specialty coffee bernilai tinggi.

Sinergi antarkementerian pun diperkuat, di mana KLHK dan Kementan berbagi data tentang petani, komoditas, serta potensi lahan agar program perhutanan sosial selaras dengan kebutuhan ekspor sekaligus menjaga kelestarian hutan.

Ke depan, masa depan perhutanan sosial akan sangat ditentukan oleh kesinambungan antara kelestarian hutan dan kesejahteraan desa.

Komoditas hutan seperti kopi, pala, atau kelapa harus menjadi kawan hutan, bukan perusak ekosistem.

Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan manfaat nyata, di mana program ini mampu menurunkan jumlah desa sangat tertinggal, menambah desa mandiri, sekaligus menjaga tutupan hutan tetap stabil.

Dengan pengelolaan yang cermat, perhutanan sosial dapat benar-benar menjadi masa depan hutan yang lestari sekaligus rakyat yang sejahtera.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau