KOMPAS.com - Merespons tantangan iklim dan pangan, Kabupaten Bone di Sulawesi Selatan memperkenalkan muatan lokal (mulok) yang fokus pada ketahanan pangan lokal.
Pelajaran ini akan diberikan kepada siswa Sekolah Dasar (SD) kelas 5 dan 6, serta Sekolah Menengah Pertama (SMP), mulai tahun ajaran 2025/2026.
Dalam mulok, guru mengajarkan potensi pangan lokal dari tanaman dan hewan, tantangan gizi dan pola makan, serta pelestariannya.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Bone, Nursalam, mengungkapkan mulok diharapkan bisa meningkatkan pemahaman soal keragaman pangan lokal.
"Jadi ini mengajarkan anak-anak kita untuk teknik budi daya dengan memanfaatkan ruang yang ada di lingkungan sekolah," kata Nursalam.
"Bahkan, menjelang tanggal 17 Agustus lalu, kami melaksanakan lomba pemanfaatan lahan di sekolah," imbuhnya dalam webinar, Rabu (10/9/2025).
Nursalam menuturkan, ada empat alasan mulok ini penting. Pertama, pangan lokal adalah kekayaan budaya.
Kedua, pangan lokal berpotensi menggerakkan perekonomian, misalnya mendukung kegiatan petani dan nelayan.
"Siswa yang terbiasa mengonsumsi pangan lokal juga akan menciptakan permintaan pasar yang berkelanjutan," tutur Nursalam.
Ketiga, pangan lokal terkait kecukupan gizi untuk kesehatan. Keempat, pangan lokal penting untuk ketahanan pangan.
Dalam kurikulum mulok, siswa diajarkan mengolah pangan lokal sesuai kaidah B2SA atau beragam, bergizi, seimbang, dan aman.
Siswa juga akan memperoleh keterampilan praktis seperti berkebun, memasak, hingga mengolah makanan sederhana, yang bisa menjadi bekal hidup di masa depan.
Pemahaman tentang gizi dan akses ke pangan lokal yang sehat dalam kurikulum mulok diharapkan dapat mengurangi risiko penyakit terkait gizi buruk.
Kurikulum mulok saat ini telah diuji coba pada 18 SD (785 siswa) dan 14 SMP (1.200 siswa) di Kabupaten Bone.
Skor kelayakan buku bahan ajar mulok mencapai 84 persen untuk SD dan 88 persen bagi SMP, yang menunjukkan layak dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Berdasarkan hasil pre-test dan post-test, terjadi peningkatan pemahaman siswa soal pangan lokal, manfaatnya, hingga kelompok jenis pangan.
"Dampak positifnya, berdasarkan hasil pemantauan kami, 70% siswa SD dan SMP memahami keragaman serta manfaat pangan lokal dalam menghadapi perubahan iklim," kata Nursalam.
Baca juga: Iradiasi Pangan Jadi Solusi Tekan Risiko Kontaminasi pada Makanan
"Beberapa sekolah mulai menerapkan B2SA, siswa menyampaikan pelajaran yang mereka temui di sekolah kepada orang tua dan menyebarkan dampak positif di rumah," tambahnya.
SK Bupati untuk kurikulum mulok tersebut sudah terbit. Guru-guru yang mengajar mulok pun akan mendapatkan pengakuan dari sistem Dapodik sekolah.
Seperti Bone, kurikulum mulok tentang pangan lokal untuk ketahanan iklim di Kabupaten TTS juga menargetkan siswa SD kelas 5 dan 6 serta SMP.
"Kami memiliki pola yang sama seperti yang dilakukan di Kabupaten Bone," ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten TTS, Musa S. Benu.
Penyusunan kurikulum mulok dimulai sejak Maret 2024. Prosesnya diawali dengan identifikasi kebutuhan dan konteks, dilanjutkan dengan pengembangan bahan ajar serta penguatan kapasitas.
Tim penyusun, pengembang kurikulum, dan penulis buku bahan ajar dibentuk untuk memastikan kualitas materi.
Setelah pembuatan bahan ajar selesai, uji coba dilakukan di 20 SD dan 10 SMP. Evaluasi juga melibatkan masukan dari berbagai pihak, termasuk akademisi.
“Kami telah melakukan launching kurikulum mulok pada Juni 2025. Saat ini, kami masih berproses dalam ketentuan Peraturan Bupati tentang kurikulum mulok," tutur Musa.
Ia menyebut perubahan regulasi sebagai penyebab kebijakan mulok secara serentak pada tahun ajaran 2025/2026 terpaksa diundur.
Awalnya, kurikulum mulok disusun dengan mengacu pada Permendikbudristek Nomor 79 Tahun 2014 tentang Mulok Kurikulum 2013.
Namun, perubahan regulasi melalui Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 dan Nomor 13 Tahun 2025 mengharuskan adanya penyesuaian.
Musa berharap, pada semester II tahun ajaran 2025/2026, kurikulum mulok ini sudah bisa diterapkan resmi di 545 SD dan 198 SMP di Kabupaten TTS.
Baca juga: IPB Dorong Terwujudnya Sistem Pangan Berkelanjutan untuk Hindari Konflik Global
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya