KOMPAS.com – Petani padi di utara Jawa menghadapi kerusakan agroekosistem, penyusutan sawah, dan tata kelola lahan yang buruk.
Kondisi ini berpotensi terus meningkatkan jumlah petani gurem, yakni mereka yang hanya memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare.
Berdasarkan data BPS, 62 persen petani Indonesia berstatus gurem. Jumlahnya terus naik dari 14,62 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 17,24 juta pada 2023.
"Dalam 10 tahun, (jumlah petani gurem) naik 3 juta dari 2014 ke 2023," kata Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRPP), Ayip Said Abdullah.
"Saya memperkirakan, kalau tidak ada perubahan, 10 tahun mendatang bisa naik 3–4 juta lagi,apalagi dengan masifnya penggusuran, konversi lahan karena dipaksa," tambahnya pada Selasa (16/9/2025).
Penyusutan sawah juga nyata. BPS mencatat, dalam periode 2019–2024, luas baku sawah turun 79 ribu hektare.
Baca juga: Vandana Shiva Dorong Pertanian Organik, Guru Besar IPB Ingatkan Risikonya
Konversi lahan semakin masif akibat pembangunan infrastruktur, perumahan, serta ekspansi perkebunan sawit dan pertambangan.
Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan KPA, Benny Wijaya, menyebut kenaikan petani gurem sejalan dengan konflik agraria di 10 provinsi, termasuk Jambi, Jawa Tengah, Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur.
"Sangat kuat kaitannya antara konflik agraria dan persoalan utama yang terjadi tadi, pengadaan investasi-investasi skala besar dengan penyusutan lahan pertanian untuk alih fungsi lahan dan segala macamnya," tutur Benny.
Ia menambahkan, proyek strategis nasional (PSN) dan kawasan ekonomi khusus (KEK) kerap menyasar lahan pertanian produktif.
"Catatan KPA 2024 menunjukkan, dari 295 konflik yang terjadi seperti yang tadi disebutkan, mayoritasnya menyasar tanah-tanah pertanian," ucapnya.
Lonjakan petani gurem dan hilangnya sawah produktif menjadi alarm serius. Tanpa kebijakan yang melindungi lahan dan petani, Indonesia berisiko kehilangan tulang punggung pangan nasionalnya.
Baca juga: Penggunaan Pupuk Kimia Tinggi, Tanda Pertanian Indonesia Belum Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya