KOMPAS.com - Survei iklim tahunan kelima yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) dan CO2 AI menemukan perusahaan telah meraih manfaat ekonomi dari upaya dekarbonisasi perusahaan.
Laporan ini didasarkan pada survei terhadap 1.924 eksekutif di bidang keberlanjutan.
Secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan yang disurvei ini mencakup 16 industri besar, 26 negara, dan secara kolektif bertanggung jawab atas 40 persen dari total emisi gas rumah kaca (GRK) global.
Laporan tersebut menyoroti bahwa 82 persen dari perusahaan yang disurvei telah mendapatkan keuntungan ekonomi dari upaya dekarbonisasi mereka.
Dari jumlah itu, 6 persen di antaranya melaporkan nilai keuntungan yang melebihi 10 persen dari pendapatan tahunan mereka.
Ada beberapa ciri umum di antara 6 persen perusahaan teratas tersebut.
Baca juga: Studi Ungkap Konsumen Harapkan Bisnis Atasi Perubahan Iklim
Laporan ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan pendekatan komprehensif untuk mengukur emisi dan risiko 1,4 kali lebih mungkin untuk meraih pendapatan yang signifikan.
Faktor-faktor utama lainnya termasuk integrasi rencana transisi dan adaptasi (2,2 kali lebih mungkin meraih pendapatan), penggunaan harga karbon internal dan pemodelan risiko (1,6 kali), serta pemanfaatan berbagai solusi digital canggih (2,3 kali).
Selama lima tahun ke depan, perusahaan juga berencana untuk meningkatkan investasi dalam mitigasi, adaptasi, dan ketahanan sebesar 16 persen dari anggaran belanja modal mereka. Jumlah ini setara dengan peningkatan sebesar 69 juta dolar AS per perusahaan.
"Sekitar tujuh puluh persen perusahaan tetap mempertahankan, bahkan meningkatkan, investasi mereka dalam keberlanjutan. Ini sangat menggembirakan karena menunjukkan bahwa aksi iklim tidak terhenti, dan momentumnya terus berlanjut di seluruh dunia," ungkap Hubertus Meinecke, pemimpin global untuk iklim & keberlanjutan di BCG dan salah satu penulis laporan, dikutip dari Edie, Selasa (16/9/2025).
Survei tersebut menemukan bahwa 33 persen perusahaan kini menggunakan harga karbon internal.
Selain itu, penyusunan rencana transisi iklim meningkat 5 persen setiap tahunnya, di mana 61 persen dari rencana tersebut kini sudah disetujui di tingkat dewan direksi.
Meskipun ada kemajuan yang menggembirakan, laporan tersebut menyoroti adanya kesenjangan data.
Saat ini, hanya 7 persen perusahaan yang melaporkan emisi secara lengkap di seluruh Cakupan 1, 2, dan 3. Angka ini merupakan penurunan sebesar 2 persen dari level tahun 2024.
Baca juga: ZSL: Hanya 18 Persen Perusahaan Kehutanan Tropis Ungkap Asal Bahan Baku
Pengukuran risiko terkait iklim juga masih terbatas, di mana hanya 12 persen perusahaan yang menilai semua jenis risiko fisik dan transisi secara menyeluruh.
Lebih lanjut, riset baru lain dari perusahaan perangkat lunak keberlanjutan osapiens menemukan bahwa 69 persen perusahaan percaya bahwa pelaporan wajib diperlukan untuk meningkatkan kualitas kumpulan data dan transparansi.
Survei yang didasarkan pada 150 pemimpin senior di Inggris menemukan bahwa 41 persen dari mereka menyambut baik pendekatan pelaporan wajib berjenjang, yang menawarkan persyaratan berbeda untuk perusahaan-perusahaan yang lebih kecil.
Selain itu, lebih dari 60 persen meyakini bahwa keberlanjutan sangat penting dalam meningkatkan keterlibatan dan loyalitas pelanggan.
"Meskipun laju perubahan bisa menjadi tantangan, hal itu juga mendorong niat yang lebih besar. Banyak perusahaan sekarang menyadari pentingnya meningkatkan visibilitas data keberlanjutan mereka," tambah Tim Lambert, Pimpinan Regional Inggris, Irlandia, dan Nordik di Osapiens.
Baca juga: Demi Target Iklim Global, SBTi Luncurkan Standar Net Zero untuk Sektor Energi Listrik
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya