Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Sekadau Turunkan Stunting lewat Program Stop BAB di Sungai

Kompas.com, 29 September 2025, 07:39 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KALIMANTAN BARAT, KOMPAS.com - Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Sekadau, Henry Alpius, mengungkapkan bahwa kasus stunting kian menurun seiring dengan berkurangnya perilaku buang air besar sembarangan (BABS) di sungai. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sekadau pun telah mendeklarasikan Open Defecation Free (ODF), yakni bebasnya suatu daerah dari BABS.

"Lingkungan ini kan faktor sensitif untuk penurunan stunting, ODF ini juga kontribusi. Stunting Kabupaten Sekadau untuk dua tahun berturut-turut termasuk yang terbaik di seluruh Indonesia (penurunannya) nomor dua tahun 2023," kata Hendry saat ditemui di kantornya dalam Media Trip Wahana Visi Indonesia (WVI), Rabu (24/9/2025).

Pada 2024, Sekadau menjadi wilayah terendah stunting di Kalimantan Barat dengan angka 14 persen. Sedangkan sebelum deklarasi ODF, tercatat 35 persen kasus stuting pada anak.

Baca juga: Ironi Perikanan Indonesia: Produk Buruk, Penduduk Pesisir Stunting

Menurut Hendry, ODF juga mengeliminasi penyakit akibat lingkungan yakni frambusia, malaria, serta kusta. Selain itu, muntah dan berak (muntaber) yang kerap dialami warga terutama saat memasuki musim kemarau.

"Jadi tahun yang sama dengan ODF ini kami laksanakan 100 persen, penyakit-penyakit akibat lingkungan juga secara terbukti lima tahun, tiga tahun tidak ditemukan. Sehingga Kementerian Kesehatan memberikan sertifikat bahwa kabupaten Sekadau sudah bebas penyakit-penyakit yang akibat lingkungan," papar dia.

Adapun Sekadau mulai mengentaskan kebiasaan BAB sembarangan sejak belasan tahun lalu. Bupati Kabupaten Sekadau, Aron, mengatakan anggaran Rp 95 juta per desa salah satunya untuk program sanitasi.

Pihaknya mewajibkan empat desa selesai membangun satu toilet per satu KK dalam satu tahun. Apabila tidak dijalankan, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tak akan disetujui.

"Dengan adanya anggaran itu maka mereka pasti setiap tahun beli klosetnya, semennya, pralonnya, yang akan mereka bagikan kepada masyarakat dan kerjanya gotong royong. Jadi per RT, misalnya, mereka kerja bakt," jelas dia.

Saat ini, Sekadau menjadi daerah pertama yang mendeklarasikan ODF di Kalbar pada 7 Agustus 2025. Pemkab Sekadau mengesahkan Peraturan Bupati Tahun 2017 tentang pelaksanaan sanitasi total berbasis masyarakat.

Baca juga: Temuan BFA: Konsumsi Ikan Tinggi, Stunting Tak Turun, Salah Kaprah Gizi Sebabnya

Lalu, meneken Perbup Nomor 2 Tahun 2025 tentang Strategi Sanitasi Kabupaten Sekadau 2025-2029. Pihaknya turut menggandeng Dinas Kesehatan, Dinas PU, Dinas Komunikasi dan Informasi, serta WVI dalam deklarasi tersebut.

"Kami memahami bahwa program ini tidak bisa dikerjakan satu orang tapi kita harus melakukan komunikasi, kerja sama dengan berbagai pihak. Dari 94 desa itu memang kami lakukan semua prosesnya dengan baik," tutur dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau