Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bappenas: Ekosistem di Indonesia Belum Dukung Warga Bekerja Lebih Produktif

Kompas.com - 07/10/2025, 20:55 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy menganggap Indonesia belum mengembangkan keberpihakan terhadap 'ekosistem' yang mendukung produktivitas.

"Kenapa kalau orang Indonesia (warga negara Indonesia/WNI) di negara lain lebih rajin, lebih tertib? Saya jadi berpikir lagi, tidak hanya praktik saja, tapi ekosistem. Jadi bukan kita tidak produktif, kita tidak ada keberpihakan untuk produktif. Tidak ada atau belum ada kemauan untuk produktif. Kalau tidak ada, enggak enak, (jadi) belum (saja). Belum ketemu rumusnya," ujar Rachmat dalam webinar, Selasa (7/10/2025).

Untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia (SDM) di Indonesia, kata dia, perlu dimulai dari perbaikan produktivitas.

Baca juga: Menteri LH Keluhkan Minimnya SDM untuk Awasi Dampak Lingkungan, Cuma 1.100 se-Indonesia

 

Sementara itu untuk memperbaiki produktivitas, perlu dimulai dari menciptakan ekosistem yang mendukung orang untuk mau produktif.

Rachmat mengeklaim, Indonesia pada 1970-1990-an (era Orde Baru) sangat produktif karena ekosistemnya telah terbentuk. Itu tecermin dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta inflasi yang rendah dan terjaga.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1980-1990-an sekitar 9,88 persen, yang disebabkan diversifikasi ekspor, swasembada pangan, serta deregulasi sektor perbankan, keuangan, dan perdagangan untuk memudahkan investasi.

"Kenapa periode tahun 70 sampai tahun 80, sampai tahun 90 kita sangat produktif? Karena ekosistem kita mendorong kita berbuat produktif," tutur Rachmat.

Angka total factor productivity (TFP) Indonesia terus menurun selama tiga dekade terakhir, dari 1,40 pada 1993, menjadi 1,05 di tahun 2022. Bahkan, angka TFP Indonesia pada 1993-1999 menurun 0,35 di saat Korea Selatan justru naik sebesar 0,19.

Menurut Rachmat, tenaga kerja di Indonesia saat ini sebenarnya memiliki kemauan untuk lebih produktif. Namun, ekosistem di Indonesia tidak mendukung tenaga kerja untuk lebih produktif. Misalnya, insentif untuk petani di Indonesia tergolong rendah, padahal semestinya dapat bekerja lebih produktif.

Baca juga: Penguatan PAUD Jadi Fondasi Wujudkan SDM Unggul Berdaya Saing

Negara-negara seperti Vietnam, India, dan Korea Selatan menjadi contoh bagaimana peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui perubahan dalam cara kerja, penggunaan teknologi, dan ekosistem yang mendukung.

"Karena itu mengapa produktivitas Vietnam lebih tingginya, sederhana saja. Petani Vietnam itu lebih cepat bekerja, lebih banyak hasilnya. Petani India kenapa maju? Karena mereka menggunakan peralatan. Dulu menyemprot pakai tenaga kerja, sekarang pakai drone. Dengan lahan 1 hektar dibutuhkan 3-4 orang. Sekarang dengan drone lebih cepat lagi itu dua kali dan tiga kali lipat," ucapnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bappenas: Ekosistem di Indonesia Belum Dukung Warga Bekerja Lebih Produktif
Bappenas: Ekosistem di Indonesia Belum Dukung Warga Bekerja Lebih Produktif
Pemerintah
Konservasi Indonesia-The Alliance Percepat Energi Bersih di Kawasan Pesisir
Konservasi Indonesia-The Alliance Percepat Energi Bersih di Kawasan Pesisir
LSM/Figur
IEA: Kapasitas Energi Terbarukan Global Berlipat Ganda pada 2030
IEA: Kapasitas Energi Terbarukan Global Berlipat Ganda pada 2030
Pemerintah
Energi Surya Jadi Sumber Listrik Paling Ekonomis di Dunia
Energi Surya Jadi Sumber Listrik Paling Ekonomis di Dunia
LSM/Figur
19 Proyek CCS Bakal Dibangun di RI, Disebut Jadi Kunci Dekarbonisasi Paling Ampuh
19 Proyek CCS Bakal Dibangun di RI, Disebut Jadi Kunci Dekarbonisasi Paling Ampuh
Pemerintah
Studi: Emisi Karbon dari Inhaler Setara Emisi 530.000 Mobil
Studi: Emisi Karbon dari Inhaler Setara Emisi 530.000 Mobil
Pemerintah
Radioaktif di Cikande Picu Kanker hingga Kerusakan Sumsum Tulang Belakang
Radioaktif di Cikande Picu Kanker hingga Kerusakan Sumsum Tulang Belakang
Pemerintah
Proyek CCS di Asia Berisiko Melepaskan 25 Miliar Ton Emisi Tambahan
Proyek CCS di Asia Berisiko Melepaskan 25 Miliar Ton Emisi Tambahan
Pemerintah
BKPM: Usia CCS RI Capai 200 Tahun, Berpotensi Simpan hingga 577 Ton CO2
BKPM: Usia CCS RI Capai 200 Tahun, Berpotensi Simpan hingga 577 Ton CO2
Pemerintah
PLN Sukses Pasok Listrik Andal dalam HUT Ke-80 TNI di Monas
PLN Sukses Pasok Listrik Andal dalam HUT Ke-80 TNI di Monas
BUMN
Transisi Energi di Daerah 3T harus Disesuaikan dengan Potensi Sumber Energi Baru
Transisi Energi di Daerah 3T harus Disesuaikan dengan Potensi Sumber Energi Baru
Pemerintah
PT Vale Indonesia Sabet Lestari Award 2025 untuk Program Kehati Lutim Bersinergi
PT Vale Indonesia Sabet Lestari Award 2025 untuk Program Kehati Lutim Bersinergi
Swasta
PLN Aliri Listrik 82 Sekolah di Daerah 3T Mamasa Sulbar, Buka Jalan Digitalisasi Pembelajaran
PLN Aliri Listrik 82 Sekolah di Daerah 3T Mamasa Sulbar, Buka Jalan Digitalisasi Pembelajaran
BUMN
Waspadai Cuaca Ekstrem, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Waspadai Cuaca Ekstrem, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Pasar Hewan Bisa Jadi Dapur Virus, Pandemi Berikutnya Bisa Muncul dari Sana
Pasar Hewan Bisa Jadi Dapur Virus, Pandemi Berikutnya Bisa Muncul dari Sana
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau