KOMPAS.com - Laporan baru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa hanya tiga kawasan WHO yang berhasil mencapai target 30 persen pengurangan penggunaan tembakau dari 2010-2025.
Target tersebut ditetapkan dalam Rencana Aksi Global untuk Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (NCD GAP).
Wilayah-wilayah ini meliputi Wilayah Afrika, Wilayah Amerika, dan Wilayah Asia Tenggara.
Kawasan Afrika diproyeksikan menjadi salah satu dari tiga kawasan tersebut yang mencapai target, meski hanya dengan margin yang sangat kecil.
Laporan memprediksi tingkat prevalensi penggunaan tembakau di kawasan tersebut mencapai 9,3 persen pada tahun 2025 dari target semula 9,4 persen.
Namun, perlu dicatat bahwa meski persentasenya turun, jumlah total pengguna tembakau tetap bertambah akibat peningkatan populasi.
Baca juga: WHO: 2,1 Miliar Orang Sulit Akses Air Bersih, Dunia Didorong Ikut Danai
Melansir Down to Earth, Selasa (7/10/2025), laporan tersebut mengindikasikan bahwa Kawasan Amerika dipastikan mencapai target, dengan penurunan relatif 36 persen (dari 21,3 persen di 2010 menjadi 14 persen di 2024).
Akan tetapi laporan tersebut juga menggarisbawahi bahwa masih ada negara yang tidak memiliki data yang cukup untuk pengukuran yang akurat.
Kawasan Asia Tenggara, yang dulunya pusat masalah global penggunaan tembakau, menunjukkan keberhasilan signifikan.
Prevalensi di kalangan laki-laki turun drastis, hampir 50 persen, dari 70 persen di tahun 2000 menjadi 37 persen di tahun 2024. Wilayah ini menyumbang lebih dari separuh total penurunan penggunaan tembakau di seluruh dunia.
Sementara berdasarkan laporan WHO, kawasan yang tidak diperkirakan mencapai target pengurangan 30 persen tembakau pada 2025 adalah Kawasan Mediterania Timur yang diperkirakan hanya mencapai pengurangan relatif 19 persen, kawasan Eropa yang diperkirakan hanya mencapai pengurangan relatif 19 persen, dan juga kawasan Pasifik Barat dengan penurunan hanya 12 persen.
Kawasan Eropa, yang juga dikenal sebagai wilayah dengan tingkat penggunaan tembakau tinggi telah berhasil menurunkan konsumsi tembakau dari 34,9 persen (tahun 2000) menjadi 24,1 persen (tahun 2024).
Meskipun demikian, kawasan ini masih menghadapi defisit 3,2 poin persentase untuk mencapai target pengurangan 20,6 persen yang ditetapkan untuk tahun 2025.
Di Pasifik Barat, tingkat penggunaan tembakau tercatat 22,9 persen pada 2024 (turun dari 25,8 persen pada 2010). Pria di kawasan ini memiliki tingkat penggunaan tembakau tertinggi di dunia, yaitu mencapai 43,3 persen di tahun 2024.
Berhubung Indonesia dipindahkan ke Kawasan Pasifik Barat dari Kawasan Asia Tenggara pada 2025 maka data dan hasil terkait Indonesia termasuk dan digabungkan dengan total hasil untuk Kawasan Pasifik Barat di sepanjang penyusunan laporan ini.
Lebih lanjut, menurut laporan tersebut, tingkat prevalensi rata-rata global pengguna tembakau yang didefinisikan populasi usia lebih dari 15 tahun telah turun dari 26,2 persen (2010) menjadi 19,5 persen (2024).
Diproyeksikan bahwa pada tahun 2025, prevalensi global akan mencapai 19,2 persen. Ini berarti total pengurangan relatif sebesar 27 persen dari tingkat 2010, atau hanya kurang 3 poin persentase dari target NCD GAP.
Baca juga: WHO: Panas Ekstrem akibat Perubahan Iklim Bikin Pekerja Stres
WHO menyerukan kepada semua pemerintah untuk memperkuat upaya pengendalian tembakau.
Upaya ini mencakupmengimplementasikan dan menegakkan secara total paket kebijakan teknis dari WHO yakni MPOWER beserta Konvensi Kerangka Kerja WHO, menutup setiap celah yang dimanfaatkan industri tembakau dan nikotin untuk menjaring anak-anak, dan meregulasi produk nikotin terbaru seperti rokok elektrik.
Langkah-langkah ini dapat dilakukan melalui peningkatan pajak tembakau, pelarangan iklan, dan perluasan layanan berhenti merokok sehingga jutaan orang dapat berhenti merokok.
Laporan WHO ini juga untuk pertama kalinya memperkirakan penggunaan rokok elektrik secara global, dan angkanya mengkhawatirkan. Lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia tercatat menggunakan rokok elektrik.
Baca juga: Produk Tembakau Alternatif Dianggap Berpotensi Tekan Prevalensi Merokok
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya