JAKARTA, KOMPAS.com - Produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, dan kantong nikotin, yang menerapkan konsep pengurangan bahaya tembakau (tobacco harm reduction) dianggap memiliki potensi besar menekan prevalensi merokok.
Menurut ahli kardiologi, penerapan konsep pengurangan bahaya tembakau menghasilkan profil risiko 90-95 persen lebih rendah daripada asap rokok, dan telah dibuktikan melalui berbagai kajian ilmiah.
Associate Professor di Bagian Kardiologi, Universitas Sapienza Roma, Italia, Giuseppe Biondi Zoccai, mengatakan, bukti ilmiah dari tinjauan sistematis menunjukkan, produk tembakau alternatif mampu menurunkan prevalensi merokok dibandingkan dengan terapi pengganti nikotin.
“Berkat penerapan konsep pengurangan bahaya tembakau, hasil kajian ilmiah juga membuktikan bahwa produk tembakau alternatif memberikan manfaat bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaannya,” jelas Giuseppe, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Jumat (17/11/2023).
Baca juga: Sido Muncul Satu-satunya Emiten Kesehatan dengan Skor Risiko ESG Rendah
Giuseppe yang berbicara dalam forum diskusi internasional bertajuk 6th Summit on Tobacco Harm Reduction di Athena, Yunani, beberapa waktu lalu, menuturkan, salah satu bukti efektivitas produk tembakau alternatif dalam membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaannya juga diungkapkan dalam laporan Cochrane Review pada November 2022.
Laporan tersebut mengatakan, penggunaan rokok elektrik selama enam bulan lebih efektif meningkatkan angka berhenti merokok yang signifikan bagi perokok dewasa daripada terapi pengganti nikotin.
Dia menjelaskan produk tembakau alternatif dapat menjadi pilihan untuk mengubah gaya hidup demi mencegah risiko penyakit yang terkait dengan kebiasaan merokok. Optimalisasi produk tersebut di kalangan perokok dewasa juga dapat mengurangi prevalensi merokok.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Centre of Research Excellence: Indigenous Sovereignty & Smoking Dr. Marewa Glover berpendapat, adanya kesalahpahaman tentang produk tembakau alternatif.
Mispersepsi tersebut dapat menghalangi sebagian populasi perokok dewasa untuk mengurangi risiko yang diakibatkan kebiasaan merokok.
Baca juga: Pemerintah Gandeng Tony Blair Institute Digitalisasi Sistem Kesehatan
Sebagaimana diketahui bersama bahwa berhenti merokok total sulit dilakukan, dan sebagian perokok dewasa sebenarnya tidak tahu ada alternatif yang lebih rendah risiko.
"Kita tidak bisa mengabaikan mereka, kita harus lebih fokus pada edukasi kesehatan untuk membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaannya,” jelasnya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo) Dimas Syailendra mengatakan, optimalisasi produk tembakau alternatif sebagai alat bantu untuk menurunkan prevalensi merokok sudah dimanfaatkan oleh berbagai negara, termasuk Inggris dan Swedia. Hasilnya menunjukkan angka perokok di kedua negara tersebut mengalami penurunan.
Sebagai contoh pemanfaatan produk tembakau alternatif, jumlah perokok di Inggris pada tahun 2021 mencapai sebesar 13,3 persen atau setara 6,6 juta jiwa. Angka ini turun dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 14 persen.
Selain itu, jumlah perokok di Swedia pada tahun 2022 menurun menjadi sekitar 5,6 persen dari total populasi. Pada 2015, tingkat prevalensi perokok di Swedia 15 persen. Angka tersebut menjadikan Swedia menjadi negara dengan tingkat prevalensi merokok terendah di Uni Eropa.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya