KOMPAS.com-Bumi tengah menghadapi krisis ekologi yang parah. Contoh yang terjadi saat ini stok ikan yang menurun pada tingkat yang mengkhawatirkan, polusi plastik yang mengancam ekosistem di seluruh dunia atau limbah industri yang terus bertambah.
Itu mengapa saat ini kita perlu menerapkan konsumsi yang lebih berkelanjutan untuk melestarikan planet kita.
Namun meski banyak orang yang menunjukkan sikap sadar lingkungan, hal itu seringkali tidak terwujud dalam perilaku pembelian yang berkelanjutan.
Sebuah tim peneliti internasional yang dipimpin oleh ilmuwan HSBA Hamburg School of Business Administration, Zara Berberyan dan Prof. Dr. Sarah Jastram, berusaha memahami mengapa kesenjangan ini ada.
Baca juga: Konsumsi Negara Kaya Hancurkan Biodiversitas Negara Berkembang
Lantas apa temuan mereka?
Melansir Phys, Selasa (7/10/2025) peneliti menemukan, bukan karena harga lebih tinggi atau kurangnya informasi tentang produk berkelanjutan yang menghambat konsumsi berkelanjutan masyarakat.
Temuan penelitian baru menunjukkan bahwa hampir semua kendala yang selama ini dianggap menghambat konsumsi berkelanjutan bisa diatasi atau tidak lagi menjadi faktor penentu dalam pilihan konsumen.
Sebaliknya, norma sosial adalah hal yang krusial. Konsumsi berkelanjutan bisa sangat kurang ketika tidak ada tekanan sosial.
"Konsumen biasanya mau mengeluarkan uang lebih atau meluangkan waktu mencari produk ramah lingkungan jika mereka memiliki motivasi yang kuat untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab terhadap alam," kata Berberyan.
"Akan tetapi, jika tidak ada dorongan atau tekanan sosial, keyakinan pribadi yang paling teguh sekalipun akan sulit melawan godaan produk massal yang harganya murah," terangnya lagi.
Studi ini pun makin menegaskan bahwa konsumen cenderung akan mengikuti konsumsi berkelanjutan jika mereka memiliki komitmen pribadi dan, yang lebih penting, melihat orang-orang terdekat melakukan pilihan serupa.
Baca juga: Masyarakat Indonesia Konsumsi Mikroplastik Paling Banyak di Dunia
Konsumsi berkelanjutan kemudian terinternalisasi sebagai norma sosial karena hal itu diharapkan dan umum dilakukan dalam lingkungan seseorang, individu secara otomatis akan mengubah perilaku mereka agar sejalan dengan norma tersebut.
Lebih lanjut, pihak mana pun yang ingin mendorong konsumsi berkelanjutan harus menjamin bahwa praktik tersebut terlihat jelas dan mendapat pengakuan sosial.
Ketika konsumen melihat lingkungan mereka melakukan pembelian yang berkelanjutan, efek ikutan dapat tercipta. Tokoh panutan publik dan para influencer memiliki peran vital dalam memperkuat perilaku semacam ini.
Sementara ketiadaan dorongan sosial membuat individu enggan mengambil keputusan yang berkelanjutan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya