KOMPAS.com - International Energy Agency (IEA) menyebut energi panas bumi (geothermal) sedang mengalami masa kejayaan.
IEA juga memperkirakan geothermal akan mencapai rekor tertinggi dalam sejarah pada 2030.
Fatih Birol, Direktur Eksekutif IEA, menegaskan bahwa sektor panas bumi adalah elemen kunci yang dinamis dalam proses transisi menuju energi bersih.
Melansir Power Engineering International, Selasa (7/10/2025), dalam pidatonya saat peluncuran laporan energi terbarukan tahunan IEA, Birol menyatakan harapannya bahwa kontribusi energi panas bumi akan meningkat.
Peningkatan ini datang dari pasar yang sudah memakai teknologi konvensional dan juga dari pasar yang mengadopsi teknologi panas bumi canggih generasi terbaru.
Baca juga: PGE: Panas Bumi Bisa menjadi Fondasi Transisi Energi di Asia
Negara-negara yang akan menjadi motor utama peningkatan pesat kapasitas energi panas bumi ini antara lain Amerika Serikat, Indonesia, Jepang, Turki, Kenya, dan Filipina.
Laporan IEA memprediksi akan ada penambahan kapasitas energi terbarukan global sebesar 4.600 GW hingga 2030.
Jumlah ini setara dengan gabungan seluruh kapasitas pembangkit listrik yang dimiliki oleh China, Uni Eropa, dan Jepang.
Panel surya fotovoltaik (PV) diperkirakan bertanggung jawab atas sekitar 80 persen dari total penambahan kapasitas energi terbarukan di dunia dalam lima tahun mendatang.
Dominasi ini disebabkan oleh biaya yang terus turun dan proses perizinan yang lebih cepat, mengungguli energi angin, hidro, bioenergi, dan panas bumi.
IEA mencatat bahwa di berbagai negara berkembang di Asia, Timur Tengah, dan Afrika, keunggulan biaya energi terbarukan dan dukungan kebijakan yang kian kuat telah mempercepat laju pertumbuhannya.
Hal ini terlihat dari banyak pemerintah yang meluncurkan program lelang baru dan meningkatkan target kapasitas energi terbarukan mereka.
Baca juga: Kementerian ESDM: Sektor Panas Bumi Serap 1.533 Tenaga Kerja Hijau
Laporan IEA juga menyebutkan bahwa India akan menjadi pasar dengan pertumbuhan energi terbarukan terbesar kedua di dunia setelah China, dan diprediksi akan melampaui target ambisius yang telah ditetapkan untuk tahun 2030 dengan mudah.
"Karena energi terbarukan semakin mendominasi sistem listrik di banyak negara, pembuat kebijakan harus fokus pada isu keamanan rantai pasokan dan kendala integrasi ke jaringan listrik yang muncul," papar Birol.
Perkiraan laporan mengenai peningkatan kapasitas energi terbarukan di seluruh dunia ini mengalami sedikit revisi penurunan dibandingkan proyeksi tahun lalu.
Hal ini sebagian besar disebabkan oleh adanya perubahan kebijakan yang terjadi di Amerika Serikat dan China.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya