Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 14 Oktober 2025, 16:03 WIB
Agung Dwi E

Editor

KOMPAS.com – Solusi iklim yang transformatif bisa dilahirkan dari komunitas kecil di pinggiran yang jauh dari panggung konferensi megah.

Hal tersebut dibuktikan oleh tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Bekasi, Yogyakarta, dan Kalimantan.

Selepas Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2025 menutup diskusi tentang investasi hijau dan skema pembiayaan global di Jakarta, Sabtu (11/10/2025), karya Yakkum Emergency Unit (YEU) di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta; Alam Sehat Lestari (ASRI) di Kalimantan Barat; dan Gringgo Indonesia di Bekasi mengingatkan bahwa solusi keberlanjutan justru tumbuh jauh dari panggung besar dan sorotan media.

YEU mampu mengubah daerah yang kering menjadi ladang hijau dengan sistem penampungan air hujan berteknologi internet of thing (IoT).

Kemudian, ASRI di Kalimantan Barat berhasil memulihkan ratusan hektare hutan dengan menukar bibit pohon sebagai pembayaran berobat.

Sementara, Gringgo Indonesia di Bekasi, Jawa Barat, mengonversi lumpur tinja menjadi briket bahan bakar bersih bernama Biocore.

Ketiga inovasi tersebut menunjukkan bahwa solusi keberlanjutan bukan hanya soal investasi besar dan teknologi canggih, melainkan tentang imajinasi yang berani membayangkan ulang relasi manusia dengan alam. Hal ini jarang mendapat tempat dalam skema pembiayaan iklim konvensional.

Baca juga: Mendengar Suara Perempuan Penggerak Keberlanjutan di Lestari Summit 2025

Menampung hujan, menghidupkan martabat

Para ibu-ibu petani di Dusun Temon, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, bersama  Yakkum Emergency Unit mbangun enam tandon besar di puncak bukit yang menampung ribuan liter air hujan setiap musim. Cara ini bisa mengatasi masalah kekeringan di daerah tersebut.DOK. Yakkum Emergency Unit Para ibu-ibu petani di Dusun Temon, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, bersama Yakkum Emergency Unit mbangun enam tandon besar di puncak bukit yang menampung ribuan liter air hujan setiap musim. Cara ini bisa mengatasi masalah kekeringan di daerah tersebut.

Di Dusun Temon, Kabupaten Gunungkidul, kekeringan panjang memaksa petani meninggalkan tanah mereka untuk menjadi buruh bangunan di kota.

YEU bersama kelompok tani setempat pun membangun enam tandon besar di puncak bukit yang menampung ribuan liter air hujan setiap musim. Kemudian, sistem sprinkler sederhana dengan sensor IoT dan panel surya dibuat untuk menyalurkan air ke ladang tanpa pompa listrik.

"Kalau tidak ada air, hidup berhenti," kenang seorang warga, seperti dikutip Kompas.com dari siaran pers.

Kini, ladang yang dulu gersang kembali menghijau sepanjang tahun, panen meningkat, dan anak muda kembali bertani.

Baca juga: ASRI Gandeng Pokja SMA 78 Jakarta Hidupkan Solusi Keberlanjutan Lingkungan di Sekolah

Berobat dengan bibit, pulihkan hutan dan manusia

Sejak 2007, ASRI menjalankan program kesehatan revolusioner di sekitar Taman Nasional Gunung Palung. Lewat program ini, masyarakat bisa berobat dengan membayar menggunakan bibit pohon atau mendapat diskon besar jika terus menjaga hutan.

Program ini menjawab masalah ganda, yakni akses kesehatan mahal yang memicu penebangan liar dan degradasi hutan tropis.

Lebih dari satu dekade kemudian, penebangan ilegal turun signifikan, ratusan hektare hutan pulih, dan puluhan spesies kembali ke habitatnya.

"Dulu kami menebang untuk hidup, sekarang kami menanam untuk masa depan anak kami," ujar seorang warga.

Dari tinja jadi energi bersih

Gringgo Indonesia di Bekasi membuktikan bahwa limbah paling tabu sekalipun bisa menjadi solusi. Mereka mengubah lumpur tinja menjadi briket Biocore, bahan bakar dengan emisi karbon lebih rendah dari batu bara dan kayu.

Dipantau dengan sensor IoT untuk kontrol suhu dan tekanan, pabrik mini ini ditempatkan dekat instalasi pengolahan limbah untuk efisiensi logistik.

"Masalahnya bukan di teknologi, melainkan cara kita memandang kotoran. Kalau cara pandang bisa diubah, nilainya ikut berubah," kata salah satu pendiri Gringgo Indonesia, Febriadi Pratama.

Baca juga: Dari Konsumtif ke Produktif, Cara Membangun Budaya Keberlanjutan Sejak Dini

Filantropi, jembatan antara imajinasi dan investasi hijau

Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan investasi hijau sebesar 200 miliar dollar AS hingga 2030 dan aktif mengundang dunia usaha, filantropi, serta family office dalam ISF.

Namun, menurut pendiri Impact Playground dan mahasiswa magister di Indiana University Lilly Family School of Philanthropy, Juara Elyas, peran filantropi seharusnya lebih dari sekadar menambah nominal komitmen.

"Dengan karakter pembiayaan yang fleksibel, filantropi dapat memperkuat imajinasi perubahan dan menyalakan percikan di tempat yang belum dijangkau pasar, yakni membiayai risiko yang terlalu kecil untuk investasi hijau, tetapi terlalu besar untuk diabaikan," tulis Elyas dalam analisisnya.

ISF tahun lalu menghasilkan 12 kesepakatan termasuk ekspor 3,4 gigawatt energi terbarukan ke Singapura senilai 25-30 juta dollar AS.

Sementara, forum-forum megah membahas "investasi hijau", "pembiayaan campuran", dan "kolaborasi lintas sektor", imajinasi aksi iklim sejati justru tumbuh hening di pinggiran, yakni dari hujan, hutan, dan bahkan tinja.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau