Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AIPI: Bukan Restorasi, Konservasi Mangrove Jadi Kunci Pangkas CO2

Kompas.com - 14/10/2025, 18:36 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Daniel Murdiyarso, mengungkapkan mangrove menjadi sumber karbon biru atau blue carbon untuk memangkas emisi karbon dioksida (CO2).

Seperempat mangrove dunia dengan cadangan karbon sebesar 3 miliar ton per hektare hidup di Indonesia. Namun, restorasi masih menjadi fokus penyerapan CO2. Padahal konservasi ekosistem mangrove jauh lebih efektif menekan emisi dibandingkan restorasi.

"Menyerap (CO2) itu sulit, sering gagal dan banyak risikonya. Sementara yang ada, 3 miliar (mangrove) ada kerusakan di mana-mana, tetapi konservasi tidak menjadi agenda pasar blue carbon," ungkap Daniel dalam acara Sains di Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

Baca juga: Nilai Ekonomi Mangrove dan Terumbu Karang Gili Matra Lombok Capai Rp 50 M Per Tahun

Umur karbon biru yang tersimpan di ekosistem mangrove bisa mencapai 13.000-15.000 tahun lamanya. Hal ini menunjukkan betapa besar potensi penyimpanan karbon yang dapat dijaga melalui konservasi.

"Kalau mitigasi emisi cadangan minyak bisa diagendakan, tetapi kenapa cadangan karbon biru di mangrove tidak bisa diperlakukan dengan cara yang sama. Sementara kita kesulitan menyerap dengan restorasi, konservasi hampir diabaikan," tutur dia.

Berdasarkan studi Bank Dunia pada 2023, biaya restorasi mangrove mencapai 3.000–4.000 dollar AS per hektare dengan tingkat keberhasilan yang tidak selalu tinggi. Sebaliknya, biaya konservasi jauh lebih rendah dengan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan lingkungan.

"Sehingga benefit cost ratio-nya (total manfaat konservasi) kalau dihitung opportunity cost-nya, bisa lima kali dibanding benefit cost ratio kalau kita merestorasi. Risikonya berbeda kalau restorasi dan konservasi," ucap Daniel.

Daniel mencatat, ekosistem mangrove memberikan berbagai manfaat ganda seperti perlindungan pesisir, habitat ikan, hingga sumber ekonomi masyarakat pesisir. Di sisi lain, dia mengakui bahwa restorasi tetap diperlukan meski nilai manfaatnya lebih rendah.

Tingginya Emisi

Dalam kesempatan itu, dia turut menyoroti persoalan terus bertambahnya CO2 di atmosfer. Menurutnya, sekitar 80 persen emisi dunia berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.

Baca juga: BRIN: 10 Tahun Terakhir Luas Ekosistem Mangrove di Semarang Kian Turun

Kendati ada peralihan ke energi bersih seperti kendaraan listrik, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil masih tinggi.

"Isu utamanya adalah bagaimana memitigasi kelebihan CO2 di atmosfer yang sekarang jumlahnya sekitar hampir 60 miliar ton. Itu tambah setiap tahun sekitar 8-10 miliar ton, umurnya 100 tahun sehingga sebelum itu mati atau habis terurai bertambah terus," tutur Daniel.

Dia menekankan upaya menurunkan emisi ini menjadi tujuan utama global, sebagaimana diatur dalam mekanisme Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Negara-negara diminta menurunkan emisinya melalui target Nationally Determined Contribution (NDC) yang dilaporkan setiap tahun. Selain itu, menjaga agar kenaikan suhu global tidak melebihi 1,5 derajat celsius dari suhu rata-rata pada masa pra-industri.

"Tetapi tahun lalu sudah terlewat angka ini, jadi memang kelebihan (emisi) itu luar biasa besar. Jadi konsentrasi dunia adalah menurunkan emisi ini," sebut Daniel.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Hutan Miskin Pendanaan, Butuh Rp 3500 T per Tahun agar Tetap Kaya Manfaat
Hutan Miskin Pendanaan, Butuh Rp 3500 T per Tahun agar Tetap Kaya Manfaat
LSM/Figur
CEO Connect Digelar, Pertemukan Pemerintah-Swasta untuk Wujudkan Kemandirian Energi
CEO Connect Digelar, Pertemukan Pemerintah-Swasta untuk Wujudkan Kemandirian Energi
Swasta
Wujudkan Hak Dasar Anak, GNI dan Puskesmas Hadirkan Program Cek Kesehatan Gratis di SD Kelapa Gading
Wujudkan Hak Dasar Anak, GNI dan Puskesmas Hadirkan Program Cek Kesehatan Gratis di SD Kelapa Gading
LSM/Figur
Pertamina Jawab Sindiran Purbaya: Kalau Malas Enggak Mungkin Panas-panasan Bangun Kilang
Pertamina Jawab Sindiran Purbaya: Kalau Malas Enggak Mungkin Panas-panasan Bangun Kilang
Swasta
Konsentrasi CO2 Naik Tertinggi Sejak 1957, Krisis Iklim Kian Serius
Konsentrasi CO2 Naik Tertinggi Sejak 1957, Krisis Iklim Kian Serius
Pemerintah
Aturan Baru Korsel, Pesawat yang Lepas Landas dari Wilayahnya Harus Pakai Avtur Berkelanjutan
Aturan Baru Korsel, Pesawat yang Lepas Landas dari Wilayahnya Harus Pakai Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Eximbank Bawa 14 Eksportir Binaan yang Berorientasi Keberlanjutan ke TEI 2025
Indonesia Eximbank Bawa 14 Eksportir Binaan yang Berorientasi Keberlanjutan ke TEI 2025
Pemerintah
B40 untuk Energi Bersih Pecahkan Rekor Dunia, Pertamina: Negara Hemat Rp 675 T
B40 untuk Energi Bersih Pecahkan Rekor Dunia, Pertamina: Negara Hemat Rp 675 T
BUMN
LEGO Group Hentikan Penggunaan Gas Alam untuk Pangkas Emisi GRK
LEGO Group Hentikan Penggunaan Gas Alam untuk Pangkas Emisi GRK
Swasta
Studi Ungkap Orang yang Pernah Kebanjiran Cenderung Sadar Krisis Iklim
Studi Ungkap Orang yang Pernah Kebanjiran Cenderung Sadar Krisis Iklim
Pemerintah
Kisah di Balik Cokelatin Signature, Berawal dari Hobi yang Jadi Ladang Cuan
Kisah di Balik Cokelatin Signature, Berawal dari Hobi yang Jadi Ladang Cuan
LSM/Figur
Dua Tahun Berjalan, Pasar Karbon Indonesia Belum Menunjukkan Geliat
Dua Tahun Berjalan, Pasar Karbon Indonesia Belum Menunjukkan Geliat
LSM/Figur
Belantara Foundation Ajak Anak Muda Cermati Biodiversitas Sekitar
Belantara Foundation Ajak Anak Muda Cermati Biodiversitas Sekitar
LSM/Figur
DBS Foundation Gelontorkan Rp 96 M untuk Perempuan dan Anak Muda Rentan
DBS Foundation Gelontorkan Rp 96 M untuk Perempuan dan Anak Muda Rentan
Swasta
BMKG Peringatkan Cuaca Panas Bakal Terjadi hingga Awal November
BMKG Peringatkan Cuaca Panas Bakal Terjadi hingga Awal November
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau