Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah di Balik Cokelatin Signature, Berawal dari Hobi yang Jadi Ladang Cuan

Kompas.com, 16 Oktober 2025, 11:46 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Irena Surosoputra dan suaminya, Nugroho Surosoputra sukses menyulap biji cokelat menjadi ladang cuan. Bisnis ini bermula dari hobi Irena menyeruput segelas cokelat hangat.

Lalu, di 2016, ia berpikir untuk meracik bubuk cokelat sendiri dengan biji asli Indonesia. Rupanya, bubuk cokelat itu disukai teman-teman yang berkunjung ke rumahnya.

"Saya juga dulu karyawan swasta, terus merasa sudah mulai capek kerja pengin bisnis akhirnya mulai belajar lah tentang cokelat," ujar Irena saat ditemui dalam Pangan Nusa Expo 2025 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu (15/10/2025).

Baca juga: Penjualan Stagnan, Puluhan UMKM di Kota Malang Dibekali Jurus Pemasaran Digital

Tercetuslah merek Cokelatin yang merupakan akronim dari Cokelat Iren dan Nugi. Seiring berjalannya waktu, keduanya menyadari bahwa bisnis itu memiliki prospek sekaligus memperkenalkan Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia.

"Tetapi saya sendiri jujur saja sebagai masyarakat Indonesia enggak tahu. Kita tahunya kan cokelat pasti dari Swiss, dari Belgia. Sampai akhirnya di 2020 pas Covid, bisnisnya mulai diseriusin," tutur Irena.

Irena dan Nugroho lantas mengganti merek produknya menjadi Cokelatin Signature, dengan misi hilirisasi biji kakao berkualitas hingga bisa menyentuh pasar internasional. Tak hanya bubuk minuman cokelar, UMKM ini juga memproduksi produk siap minum dalam kemasan kaleng.

"Dulu kemasannya masih botol plastik sekarang sudah kaleng, ini sedang mempersiapkan riset safe life-nya satu tahun supaya bisa masuk ke pasar retail. Sejauh ini bertahannya masih satu bulan dalam suhu kulkas, kalau di luar kami informasikan ke customer satu hari karena tanpa pengawet," jelas dia.

Irena selaku Founder Cokelatin Signature menyebutkan produk minuman kalengan memiliki empat varian rasa dengan harga Rp 25.000-Rp 30.000. Java criollo dan dark chocolate menjadi varian favorit konsumen. Sementara penjualan terbanyak dikirim ke Jabodetabek, Sampit, Kalimantan Tengah; serta Padang, Sumatera Barat.

Baca juga: Tanpa Dirigen, Orkestra UMKM Hanya Riuh Tanpa Irama

"Juga sudah masuk terutama kafe-kafe lokal. Kami kan juga dipakai beberapa hotel di bintang lima dan juga di Jakarta," ucap Irena.

Meski kapasitasnya belum besar, produk cokelat bubuk Cokelatin Signature juga diekspor ke l Boston, Syria, Saudi Arabia, Taiwan, dan Hongkong.

Kakao dari Petani

Ditemui di lokasi yang sama, Co-Founder Cokelatin Signature, Nugroho, menjelaskan biji kakao berasal dari petani kecil di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Komitmen brand terhadap bahan alami tanpa perisa buatan, pengawet, maupun pemanis sintetis menjadikannya pilihan terpercaya oleh konsumen yang peduli kesehatan dan profesional kuliner.

"Kami yang pasti harus menggunakan biji kakao Indonesia dengan proses pasca panennya itu fermentasi, grade-nya grade A dan A+. Khusus untuk Jawa Timur, saya highlight karena varitasnya merupakan varitas paling premium, langka yang hanya ada 5 persen di dunia," ungkap Nugroho.

"Indonesia memiliki varitas biji kakao langka terbaik yang sayangnya kurang terekspos," imbuh dia.

Pihaknya mengolah criollo, jenis kakao berkualitas dikenal karena rasanya yang lembut, kompleks, dan aroma yang kaya dengan sedikit rasa pahit. Nugroho mencatat, omzet per bulan mencapai ratusan juta rupiah. Ia menargetkan, produk cokelat bisa terjual ke seluruh Indonesia.

"Memang kami fokus mulai dari dalam negeri, segmen premium, hotel bintang 5 yang kami lebarkan nanti sampai mendunia. Tetapi step by step, enggak terburu-buru juga, kalau memang sudah siap kami pasti akan sampai di sana," kata Nugroho.

Cokelatin Signature menjadi salah satu pemenang UKM Pangan Award 2025 dari Kementerian Perdagangan. Meskipun, selama dua tahun berturut-turut mereka mengikuti ajang itu belum terpilih sebagai pemenang.

Baca juga: Gen Z Kini Tak Lagi Sekadar Nyeruput Kopi, Isu Keberlanjutan Jadi Urgensi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau