Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kita Telah Sampai pada Titik Kritis Iklim, Tekornya Capai 10 Kali Lipat dari Awal Milenium

Kompas.com, 14 Oktober 2025, 17:46 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber knowesg

KOMPAS.com - Laporan dari BloombergNEF (BNEF) menunjukkan bahwa kerugian ekonomi global akibat bencana terkait iklim mencapai setidaknya 1,4 triliun dolar AS di tahun 2024.

Angka ini melonjak 10 kali lipat dibandingkan kerugian di awal tahun 2000-an.

Kenaikan biaya ini bertepatan dengan publikasi studi lain yang memberikan peringatan bahwa dunia kemungkinan besar telah mencapai 'titik kritis iklim' pertama yang meningkatkan potensi hilangnya terumbu karang secara permanen dan tidak dapat dipulihkan.

Dalam laporannya, BloombergNEF juga secara terperinci mencermati tingkat kesiapan negara-negara yang tergabung dalam G20 serta sejumlah negara Asia Tenggara yang terpilih karena peran krusial mereka dalam rantai pasokan dunia.

Melansir Know ESG, Selasa (14/10/2025), negara-negara seperti Kanada, Singapura, Korea Selatan, Australia, Inggris, dan Jepang telah memperkuat kerangka kerja mereka agar lebih siap dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin parah.

Baca juga: Riset: Mayoritas Perusahaan Bangun Proyek Baru di Lokasi yang Rentan Bencana Iklim

Rencana yang mereka terapkan meliputi perlindungan infrastruktur, evaluasi risiko di berbagai sektor, dan langkah-langkah untuk menjaga industri yang paling rentan.

Berbeda dengan negara maju lainnya, Amerika Serikat berada di peringkat ke-12 dari 25 negara. Posisi tersebut terbilang rendah mengingat negara tersebut menanggung kerugian finansial terbesar akibat krisis iklim.

AS sendiri telah menggelontorkan investasi besar untuk membangun sistem pertahanan teknis terhadap bencana banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan.

Meskipun telah berinvestasi besar, kebijakan adaptasi di tingkat federal AS masih belum setara dengan banyak negara maju lainnya. Bahkan, ada kekhawatiran bahwa beberapa program mitigasi yang sedang berjalan mungkin akan dibatalkan atau dikurangi oleh pemerintahan Trump.

Sebaliknya, Arab Saudi, Rusia, dan Thailand berada di urutan paling bawah dalam peringkat menghadapi dampak perubahan iklim.

Laporan BNEF menyoroti bahwa negara-negara tersebut belum menerapkan kebijakan adaptasi iklim di tingkat nasional atau sangat minim dalam memublikasikan informasi tentang langkah-langkah yang sudah diambil.

Danya Liu, analis utama di divisi Adaptasi Iklim BNEF, mengatakan bahwa investor kini lebih fokus mengevaluasi strategi adaptasi iklim.

Ia menambahkan bahwa negara yang memiliki rencana adaptasi yang matang dan kuat cenderung mengalami kerugian yang lebih kecil akibat iklim dan lebih berpotensi menarik investasi.

Laporan menunjukkan beberapa keuntungan ekonomi yang terkait dengan langkah-langkah adaptasi seperti misalnya berkurangnya paparan terhadap kerusakan fisik, kinerja yang lebih kuat di sektor-sektor yang sensitif terhadap iklim seperti pertanian, persepsi risiko yang lebih rendah di kalangan pemodal, dan pertumbuhan pasar adaptasi yang baru.

Terlepas dari berbagai manfaat yang ada, mayoritas pemerintah di dunia masih minim dalam mengalokasikan dana untuk ketahanan iklim.

Baca juga: Negara Pulau Kecil Perlu 12 Miliar Dolar AS per Tahun untuk Hadapi Perubahan Iklim

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau