KOMPAS.com - Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science mengungkapkan hanya sejumlah kecil proyek kompensasi karbon (carbon offset) hutan tropis yang berhasil mencapai pengurangan deforestasi yang signifikan.
Menurut studi tersebut bahkan hanya 19 persen dari proyek-proyek tersebut yang berhasil memenuhi target dan benar-benar efektif menekan deforestasi.
Proyek kompensasi karbon yang dimaksud merupakan bagian dari inisiatif Reducing Emissions from Deforestation and Degradation Plus (REDD+) .
REDD+ adalah program global yang berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca.
Caranya adalah dengan memberikan imbalan atau insentif finansial kepada negara berkembang agar mereka melestarikan hutan, meningkatkan penyimpanan karbon di dalamnya, dan mendorong kesejahteraan masyarakat lokal.
Seperti yang diketahui, hutan tropis memiliki fungsi yang sangat penting dalam menjaga keanekaragaman hayati dan menyediakan layanan ekosistem.
Sayangnya, kerusakan dan hilangnya hutan mengakibatkan pelepasan sekitar lima miliar metrik ton karbon dioksida setiap tahun, jumlah yang hanya kalah dari emisi yang dihasilkan oleh penggunaan bahan bakar fosil.
Baca juga: Peran Strategis Industri Kertas dalam Menjaga Hutan Lestari
Nah, program REDD+ memberikan insentif finansial kepada pemerintah, organisasi, komunitas, hingga individu di kawasan hutan sebagai imbalan atas upaya mereka melindungi hutan dan mencegah pelepasan emisi gas rumah kaca yang bersumber dari kerusakan hutan.
Melansir Down to Earth, Jumat (10/10/2025) secara global, lebih dari 350 proyek REDD+ yang bersifat 'sukarela' beroperasi di seluruh dunia, yang sebagian besar didanai melalui penjualan kompensasi karbon (carbon offsets).
Kompensasi karbon adalah mekanisme di mana pembeli, seperti industri penghasil polusi, mendanai upaya yang menghilangkan atau menghindari emisi GHG untuk "mengimbangi" (offset) emisi mereka sendiri. Ini membantu perusahaan mengkompensasi jejak karbon mereka dan memenuhi tujuan lingkungan.
Proyek-proyek ini berada di bawah pasar karbon sukarela yaitu pasar terdesentralisasi tempat pelaku swasta secara sukarela membeli dan menjual kredit karbon yang merepresentasikan pengurangan atau penghilangan karbon dioksida. Satu kredit karbon setara dengan 1 ton CO2 ekuivalen yang dihindari atau dihilangkan.
Popularitas proyek-proyek ini meningkat pesat, terbukti dari fakta bahwa proyek ini mewakili dua per tiga dari total 227,7 juta kompensasi karbon yang diperjualbelikan dari sektor penggunaan lahan. Total nilai pasar untuk kompensasi ini mencapai 1,3 miliar dolar AS pada tahun 2021.
Namun, proyek-proyek semacam itu telah dipertanyakan karena melebih-lebihkan manfaat iklimnya yang mengakibatkan penurunan nilai kompensasi karbon REDD+ sebesar 62 persen antara tahun 2022 dan 2023.
Penelitian ini sendiri mengambil sampel 54 proyek REDD+ dari berbagai wilayah, yaitu Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara.
Kelima puluh empat proyek ini merupakan bagian dari proyek REDD+ sukarela yang telah mendapat sertifikasi dari Verified Carbon Standard (VCS) yang dikelola oleh Verra.
Hasil analisis menunjukkan bahwa 17 persen dari unit proyek mengalami tingkat kehilangan hutan yang lebih tinggi di dalam kawasan REDD+ dibandingkan dengan kawasan pembanding.
Dua contoh menonjol adalah proyek Serra do Amolar di Brasil dan proyek Ankeniheny-Zahamena Corridor di Madagaskar. Kedua proyek ini mencatat kehilangan hutan lebih dari 1.500 hektar setiap tahun di dalam batas proyek mereka sendiri, yang ironisnya, lebih tinggi dari yang terjadi di area kontrol.
Baca juga: Menembus Hutan Kalimantan, Perjalanan Mencari Asa di Sekolah Pedalaman
Meskipun hasilnya secara umum mengecewakan, studi ini memberikan sedikit optimisme pada beberapa proyek.
Hampir sepertiga dari unit proyek REDD+ menunjukkan laju kerusakan hutan yang jauh lebih rendah dari yang diprediksi, mengindikasikan keberhasilan yang nyata dalam upaya mitigasi iklim.
Salah satu contohnya adalah proyek REDD+ di Amazon, Brasil, yang berhasil menurunkan kehilangan hutan sebesar 1.362,5 hektar per tahun setelah program ini dijalankan. Secara total, proyek ini telah menyelamatkan 19.100 hektar hutan hingga tahun 2022.
Lebih lanjut, dibandingkan dengan studi sebelumnya, penelitian baru ini memperkirakan peningkatan hampir dua kali lipat pada persentase kredit karbon yang dapat diperdagangkan, yaitu 13,2 persen, dibandingkan dengan 6 hingga 7 persen yang dilaporkan sebelumnya.
Peningkatan perkiraan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penyertaan proyek REDD+ yang jumlahnya lebih banyak dan lebih mutakhir, pengecualian proyek yang memiliki data tidak lengkap atau inkonsisten secara spasial, dan penggunaan metodologi analitis yang lebih teruji.
"Meskipun hasil penelitian kami memunculkan sedikit optimisme terhadap proyek REDD+ sukarela di kawasan tropis, kami juga menegaskan bahwa banyak proyek telah melebih-lebihkan jumlah kredit karbon dari manfaat iklim yang mereka klaim secara signifikan," tulis laporan ini.
Baca juga: Studi: Emisi Karbon dari Inhaler Setara Emisi 530.000 Mobil
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya