Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BBM E10 Tingkatkan Bauran EBT, tapi Bahan Bakunya Bersaing Kebutuhan Pangan

Kompas.com, 15 Oktober 2025, 07:14 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Teknik Mesin dan Biosistem IPB University, Leopold Oscar Nelwan, menilai bahan bakar campuran etanol 10 persen atau E10 bisa meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT). Hal ini disampaikannya, merespons rencana pemerintah mewajibkan penggunaan E10 dalam semua produk BBM.

Kendati menguntungkan dari sisi EBT dan mendukung strategi nasional menuju emisi nol bersih, praktiknya bergantung pada banyak faktor termasuk bahan baku serta industri pengolahan bioetanol.

"Saat ini, sumber utama bioetanol masih didominasi oleh biomassa generasi pertama, yaitu tanaman penghasil gula dan pati. Masalahnya, bahan baku ini masih bersaing dengan kebutuhan pangan," ungkap Leopold dalam keterangannya, Selasa (14/10/2025).

Karena itu, pengembangan bahan baku harus diarahkan pada biomassa generasi kedua dan seterusnya yang tidak bersaing dengan pangan.

Baca juga: Guru Besar ITB: Etanol di BBM Kurangi Impor dan Buka Peluang Kerja Hijau

"Jika dilakukan dengan bijak, potensi pengurangan emisi GRK tentu dapat terwujud," imbuh dia.

Leopold menjelaskan bahwa bensin berbasis bioetanol 5 persen sudah tersedia di pasaran melalui produk Pertamax Green 95 milik Pertamina. Produk ini dikenal sebagai Bensin E5 yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No.252.K/HK.02/DJM/2023.

Wacana penerapan wajib E10 di masa mendatang merupakan langkah menarik yang perlu dikaji dari berbagai aspek.

"Kebijakan ini dapat memiliki banyak keuntungan, tetapi juga tantangan teknis yang perlu diantisipasi," kata Leopold.

Selain aspek lingkungan, implementasi E10 berpotensi mengembangkan industri bioetanol dalam negeri sekaligus menyerap lebih banyak tenaga kerja. Leopold menyebutkan, proyek itu membuka rantai pasok yang melibatkan banyak pihak terutama petani.

"Jika bioetanol dapat diproduksi sepenuhnya di dalam negeri, kemandirian energi Indonesia akan semakin kuat," ungkap dia.

Di sisi lain, ia menekankan pencampuran etanol dan bensin harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Etanol yang digunakan harus memiliki kadar air kurang dari 0,3 persen volume per volume (v/v) karena sifatnya yang higroskopis atau mudah menyerap air.

Apabila kadar air terlalu tinggi, campuran bensin serta etanol dapat mengalami pemisahan fase lalu berisiko menyebabkan korosi dan gangguan aliran bahan bakar.

"Masalah ini dapat diminimalkan jika kadar air campuran di bawah 0,15 persen m/m, seperti yang diterapkan pada E5," sebut dia.

Baca juga: Bank Sampah di Banjarnegara Sulap Plastik Kresek Jadi BBM

Selain itu, pengembangan prosedur operasi standar (SOP) yang lebih ketat harus dijalankan. Mengingat kandungan bioetanol yang lebih tinggi, SOP ini penting guna memastikan perubahan minimal pada kualitas bahan bakar terutama penyerapan air dari udara lembap agar bahan bakar sampai ke konsumen dengan aman.

Seperti diesel, bahan bakar tersebut tak boleh dibiarkan tidak terpakai di tangki mobil terlalu lama untuk mencegah kerusakan mesin.

Bioetanol memiliki angka oktan (RON) yang tinggi, sehingga mencampurnya dengan bensin dapat meningkatkan kinerja mesin kompresi tinggi.

“Kendaraan modern dengan rasio kompresi tinggi justru lebih diuntungkan dengan bahan bakar RON tinggi seperti E10,” papar Leopold.

Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal menerbitkan regulasi yang mewajibkan kandungan etanol dalam BBM hingga 10 persen, tujuannya untuk mengurangi ketergantungan pada impor.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan sudah banyak negara sudah lebih dulu memakai campuran etanol dengan bensin. Antara lain Brasil, Amerika Serikat, India, Thailand, dan Argentina.

"Sangatlah tidak benar kalau dibilang etanol itu enggak bagus. Buktinya di negara-negara lain sudah pakai barang ini," ujar Bahlil dalam acara Investor Daily Summit 2025 di Jakarta Convention Center, Kamis (9/10/2025).

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau