KOMPAS.com - Indonesia belum menyerahkan dokumen ambisi mengurangi gas rumah kaca (GRK) dan mencapai tujuan iklim global, Second Nationally Determined Contribution (NDC) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Padahal, dokumen Second NDC harus dikirimkan ke UNFCCC sebelum Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-30 (COP30) digelar di Brasil pada 10-12 November 2025 nanti.
Menanggapi hal itu, Direktur Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Tri Purnajaya, mengatakan bahwa Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang belum menyetor NDC. Hingga saat ini, yang telah menyerahkan NDC ke UNFCCC baru sepertiga dari total 198 negara.
"Jadi, memang sampai saat ini baru sepertiga negara yang sudah submit ya. Masih banyak negara yang juga belum memenuhi. Mudah-mudahan nanti kita bisa berjalan dengan negara lainnya. There 's nothing to worry (tidak ada yang perlu dikhawatirkan) terkait dengan itu," ujar Tri dalam webinar, Selasa (14/10/2025).
Baca juga: Pemerintah Bakal Tagih Janji Pendanaan Iklim dari Negara Maju di COP30
Ia membantah anggapan bahwa penyusunan Second NDC tidak transparan. Kata dia, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melibatkan partisipasi publik dalam penyusunan Second NDC, termasuk organisasi non-pemerintah (NGO). Apalagi, tanpa peran masyarakat sipil, pemerintah tidak akan mendapatkan posisi yang berarti dalam penanganan krisis iklim.
"Terkait transparansi, terus terang saya saksi hidup, bahkan artinya sejak dua tahun terakhir ini juga kami selama ini dipimpin KLH sebagai focal point-nya (pusat perhatian utama) selalu mengundang berbagai lembaga, kementerian, maupun non-pemerintah dalam konsultasi-konsultasi, koordinasi dalam penyusunan indeks ini," tutur Tri.
Menurut Tri, target iklim Indonesia dalam draft Second NDC akan cukup ambisius. Ia optimis Second NDC akan segera disepakati dan diserahkan kepada UNFCCC sebelum COP30 digelar.
"(Bulan) November (Second NDC) mudah-mudahan sudah ada hilalnya," ucapnya.
Sebelumnya, Program and Policy Manager Yayasan CERAH, Wicaksono Gitawan, mengatakan, keterlambatan Indonesia untuk memberikan dokumen Second NDC pada Februari 2025 lalu berisiko menurunkan kredibilitas di mata global.
"Kami berharap pemerintah tidak kembali melewati tenggat waktu baru, yakni akhir September, yang diberikan UNFCCC, karena Second NDC bukan sekedar dokumen, namun bukti keseriusan pemerintah untuk menurunkan emisi dan mempercepat transisi energi,” ujar Wicaksono pada Senin (22/9/2025) lalu.
Baca juga: Solusi Krisis Iklim Ada di Akar Rumput, Pemerintah Jangan Bikin Program Sepihak
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya