Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenlu soal Target Second NDC: Tak Perlu Khawatir, Target Iklimnya Ambisius

Kompas.com, 15 Oktober 2025, 08:00 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia belum menyerahkan dokumen ambisi mengurangi gas rumah kaca (GRK) dan mencapai tujuan iklim global, Second Nationally Determined Contribution (NDC) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Padahal, dokumen Second NDC harus dikirimkan ke UNFCCC sebelum Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-30 (COP30) digelar di Brasil pada 10-12 November 2025 nanti.

Menanggapi hal itu, Direktur Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Tri Purnajaya, mengatakan bahwa Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang belum menyetor NDC. Hingga saat ini, yang telah menyerahkan NDC ke UNFCCC baru sepertiga dari total 198 negara.

"Jadi, memang sampai saat ini baru sepertiga negara yang sudah submit ya. Masih banyak negara yang juga belum memenuhi. Mudah-mudahan nanti kita bisa berjalan dengan negara lainnya. There 's nothing to worry (tidak ada yang perlu dikhawatirkan) terkait dengan itu," ujar Tri dalam webinar, Selasa (14/10/2025).

Baca juga: Pemerintah Bakal Tagih Janji Pendanaan Iklim dari Negara Maju di COP30

Ia membantah anggapan bahwa penyusunan Second NDC tidak transparan. Kata dia, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melibatkan partisipasi publik dalam penyusunan Second NDC, termasuk organisasi non-pemerintah (NGO). Apalagi, tanpa peran masyarakat sipil, pemerintah tidak akan mendapatkan posisi yang berarti dalam penanganan krisis iklim.

"Terkait transparansi, terus terang saya saksi hidup, bahkan artinya sejak dua tahun terakhir ini juga kami selama ini dipimpin KLH sebagai focal point-nya (pusat perhatian utama) selalu mengundang berbagai lembaga, kementerian, maupun non-pemerintah dalam konsultasi-konsultasi, koordinasi dalam penyusunan indeks ini," tutur Tri.

Menurut Tri, target iklim Indonesia dalam draft Second NDC akan cukup ambisius. Ia optimis Second NDC akan segera disepakati dan diserahkan kepada UNFCCC sebelum COP30 digelar.

"(Bulan) November (Second NDC) mudah-mudahan sudah ada hilalnya," ucapnya.

Sebelumnya, Program and Policy Manager Yayasan CERAH, Wicaksono Gitawan, mengatakan, keterlambatan Indonesia untuk memberikan dokumen Second NDC pada Februari 2025 lalu berisiko menurunkan kredibilitas di mata global.

"Kami berharap pemerintah tidak kembali melewati tenggat waktu baru, yakni akhir September, yang diberikan UNFCCC, karena Second NDC bukan sekedar dokumen, namun bukti keseriusan pemerintah untuk menurunkan emisi dan mempercepat transisi energi,” ujar Wicaksono pada Senin (22/9/2025) lalu.

Baca juga: Solusi Krisis Iklim Ada di Akar Rumput, Pemerintah Jangan Bikin Program Sepihak

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau