Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melawan Intoleransi lewat Jalan Pendidikan

Kompas.com, 15 Oktober 2025, 09:21 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia masih menghadapi ancaman intoleransi dan radikalisme yang berpotensi mengganggu persatuan bangsa. Meski aksi terorisme fisik menurun, kebencian terhadap perbedaan kini berkembang di dunia maya.

Salah satunya seperti yang diungkap oleh Setara Institute yang mencatat peningkatan kasus intoleransi hingga 260 peristiwa dan 402 tindakan sepanjang 2024.

Melihat fenomena tersebut, Guru Besar Ilmu Keamanan Internasional Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof. Angel Damayanti, menilai bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk mencegah bibit-bibit radikalisme tumbuh subur di masyarakat.

Baca juga: Pemotongan Dana Pendidikan Global Berpotensi Sebabkan 6 Juta Anak Putus Sekolah

“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Semua pihak—baik pusat, daerah, swasta, media, akademisi, maupun tokoh masyarakat dan agama—harus terlibat dalam mengatasi intoleransi dan radikalisme,” ujar Angel dalam keterangan resmi, Selasa (14/10/2025).

Bagi Angel, akar permasalahan intoleransi dan radikalisme di Indonesia tidak tunggal. Ada faktor ekonomi, sosial-budaya, hingga politik yang saling terkait. Karena itu, ia menilai pendidikan menjadi solusi paling fundamental.

“Melalui pendidikan, seseorang menjadi tercerahkan dan berpikir lebih luas. Ia tidak melihat perbedaan sebagai ancaman, melainkan sebagai kekayaan,” kata panelis Debat Capres 2024 itu.

Sejak 2011, Angel meneliti potensi radikalisme serta kesiapan aparat dan masyarakat dalam mengantisipasi ancaman teror. Ia juga memberikan masukan kebijakan kepada BNPT, salah satunya dengan menekankan pentingnya penguatan kapasitas manusia melalui pendidikan.

Menurutnya, pendidikan yang berkualitas tidak hanya mengatasi masalah kebodohan, tetapi juga membuka jalan bagi peningkatan ekonomi, kesejahteraan, dan karakter bangsa.

Angel sendiri tumbuh dari latar belakang keluarganya yang majemuk. Ayahnya seorang muslim moderat berdarah Betawi-Sunda, sementara ibunya keturunan Tionghoa dari Palembang yang beragama Kristen dan aktif sebagai pendeta di Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB).

“Keluarga kami hidup dalam keberagaman. Lebaran, Natal, dan Imlek kami rayakan bersama. Dari situ saya belajar bahwa Indonesia memang seharusnya seperti ini,” kenangnya.

Latar keluarga itulah yang membuat Angel prihatin ketika melihat maraknya aksi intoleran dan kekerasan berbasis agama di Tanah Air. Ia pun terdorong mendalami studi hubungan internasional dan keamanan, termasuk mengambil spesialisasi kontraterorisme di Nanyang Technological University, Singapura.

Belajar Tak Hanya di Kampus

Bagi Angel, mengajar di kampus saja belum cukup. Bersama sang ibu, ia mendirikan Yayasan Anugerah Bina Bangsa di Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang mendirikan SMK Hasael dengan fokus pertanian dan peternakan.

Sekolah tersebut tidak memungut biaya dari siswa dan bahkan menyediakan makanan serta asrama. Lulusan sekolah ini pun berkesempatan melanjutkan pendidikan tinggi di bidang pertanian melalui beasiswa.

“Kalau orang mendapat pendidikan yang baik, mereka bisa bekerja dan menghidupi keluarganya. Dari situ akan muncul efek bola salju yang menyejahterakan masyarakat,” ujar Angel.

Angel mengaku perjalanan pendidikannya tak lepas dari dukungan Tanoto Foundation, lembaga filantropi pendidikan yang memberinya beasiswa S2 di Universitas Indonesia.

Program itu tidak hanya membiayai pendidikan, tapi juga membekali penerima beasiswa dengan soft skills dan nilai-nilai kepemimpinan.

“Saya belajar bahwa setiap orang punya potensi berbeda dan bisa berkontribusi dengan caranya masing-masing. Prinsip itu yang saya terapkan dalam mengajar dan membimbing mahasiswa,” katanya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau